Sore hari jam 15.00. Ami baru ingat kalo
dia mendapat tugas membuat kliping Bahasa Jawa. Ia minta aku mengantarnya
membeli Jaya Baya bekas. Dimana lagi membelinya kalau bukan di Blitar. Yah,
yang paling gampang, memang langsung ke Blitar. Di Jalan Semeru, di depan toko
buku Restu, pernah kulihat berjejer-jejer penjual majalah bekas.
Jarak rumah kami ke Blitar kurang lebih
12 km. Karenanya gak mungkin menempuh jarak sejauh itu hanya untuk membeli
majalah bekas seharga 2000. Agar tidak nanggung, aku mulai mendata beberapa
keperluan. Diantaranya: aku harus menarik uang dari mesin atm, memperbaiki tas
Ami yang resluitingnya rusak, pres mika ijazah Ami dan membeli majalah bekas.
Tujuan sudah diidentifikasi. Selanjutnya
menentukan rute perjalanan agar hemat waktu dan bensin. Aku mulai membayangkan
tempat-tempat yang harus ku tuju untuk menyesuaikan rute yang akan kutempuh.
Mula-mula aku akan menarik uang di mesin
atm pom dekat rumahku, kemudian menyusuri jalan utama arah blitar. Membeli resluiting
di Jl Mayjen Sungkono. Toko itu berseberangan dengan Wijaya fotokopi. Sekalian
pres mika ijazah Ami. Pertigaan depan Wijaya Fotokopi ke Barat lurus sampai
Jalan Semeru, membeli majalah bekas. Urusan selesai, pulang.
Setelah tujuan dan rute perjalanan
ditentukan akhirnya kami, aku dan Ami berangkat. Seperti biasa, Ami menyiapkan
segala sesuatu yang harus kami bawa. STNK, dompet, kartu atm dan tas yang akan
diperbaiki dipastikan terbawa. Bensin yang ada di tangki motor juga dipastikan
cukup untuk perjalanan pulang pergi.
Jarum bensin tepat di strip merah. Kalau rute sesuai rencana kami masih
aman. Tak akan kekurangan bensin sampai kembali kerumah.
Sesuai rencana, tempat yang kami singgahi
pertama kali adalah mesin atm. Sayang, Sampai disana kami dapati mesin atm
rusak. Rencana pertama gagal. Harus dicari mesin atm lain. Akupun berpikir
keras mengingat ingat mesin atm di Blitar. Tentu saja yang posisinya mendukung
rute kami. Setelah berpikir keras, muncul ide untuk menyinggahi mesin atm
Mandiri di Jl Merdeka. Berarti harus sedikit mengubah rute. Tak apa. Tidak
terlalu melenceng dari rencana semula.
Kupacu supra fit ku menyusuri Jl
supriadi. Selanjutnya belok kanan ke Jalan Mayjen Sungkono. Beli resluiting
tas. Sambil menunggu dilayani pandangan mata mulai melayang-layang. Segala
macam pernak-pernik terlihat semua. Jadi keingat pengen beli benang sulam dan
midangan. Ami beli benang jahit, jarum pentul dan peniti kerudung. Hemh
anggaran bengkak nih.
Keluar dari toko, pikiranku dipenuhi
rencana menarik uang di mesin atm Mandiri. Biasanya aku menarik uang dimesin
atm BCA. Kalau narik di atm Mandiri di charge gak ya. Kata customer service sih
gak. Tapi perlu dibuktikan nih. Ok kalau begitu aku harus melakukan 2 kali
penarikan. Dengan membandingkan saldo setelah penarikan kedua dan pertama aku
akan tahu ada charge atau tidak. Kulakukan penarikan uang seperti yang
kurencanakan. Sip, eksperimenku menunjukkan tak ada charge untuk penarikan di
atm Mandiri. Ilmu baru nih.
Dari Bank Mandiri, kembali kami menyusuri
Jl Merdeka. Saat melewati alon-alon Ami mengucapkan istighfar lumayan keras,
pertanda sesuatu telah terjadi.
"Kita lupa mampir Wijaya buat pres
mika ijazah"
Ups iya lupa. Padahal tadi sudah berhenti
didekat sana. Ini karena aku fokus pada penarikan uang. Harus dicari alternatif
lain. Ok!! Di pres mika di Jl Supriadi saja. Mudah-mudahan ada Fotokopian yang
buka.
Perjalanan diteruskan ke penjual majalah
bekas. Kuarahkan motorku ke jl Semeru. Beberapa kios majalah bekas tutup.
Untung masih ada satu yang menggelar dagangannya. Ami turun, menanyakan apakah
ada majalah Jaya Baya bekas. Penjual yang masih sibuk melayani pembeli memberi
isyarat dengan anggukan kepala dan menunjuk ke suatu tempat. Ami tanggap. Ia
menghampiri kantong plastik berisi majalah bekas. Rupanya di situ penjual
menyimpan majalah yang diinginkan Ami. Transaksi dilakukan Ami sendiri. Aku
hanya memperhatikan di atas motor saja.
Rencana untuk langsung pulang jadi urung
karena harus pres mika ijazah Ami. Kami lanjutkan perjalanan melewati Jalan
Supriadi, mencari fotokopian untuk pres mika ijazah Ami.
Kalau dipikir-pikir hidup itu bisa
diibaratkan seperti sebuah perjalanan. Ya. Seperti perjalanan yang baru saja
kulakukan. Hidup kita ini seperti sebuah perjalanan. Maka setiap orang
seharusnya mengenali tujuan hidupnya. Seperti orang yang sedang berjalan, ke
mana tujuan akhir dari perjalanaan kita. Lah kalau kita saja nggak tahu kemana
arah tujuan kita, bagaimana kita mau menentukan strateginya. Bagaimana kita
memperkirakan di tempat mana kita akan singgah untuk sekedar mengisi bahan
bakar atau melepas penat misalnya.
Yup. Tujuan hidup itu sangat penting
untuk menyusun strategi. Tujuan hidup harus diidentifikasi. Kalau perlu dibuat
sedetail mungkin. Semakin detail tujuan hidup kita semakin dekat kita dengan
apa yang hendak kita capai. Strategi yang kita susun untuk mencapai tujuan
hidup akan ngalir begitu tujuan hidup itu jelas. Seperti misalnya kalau kita
ingin mengabdikan hidup kita di dunia kesehatan, ya tinggal masuk saja di
Fakultas kedokteran. Gak ketrima melalui jalur SNMPTN? Lewat jalur Mandiri.
Tetap gak diterima juga, masuk PTS. Gak ada biaya? Ya coba cari yang lebih
ringan. Belajar ilmu pengobatan tradisional atau sejenisnya. Untuk tujuan yang
jelas, selalu ada strategi yang bisa ditempuh. Akan berbeda halnya kalau tujuan
hidup gak jelas. Gak tahulah mau jadi apa, yang penting hidup. Itu sih konyol
namanya.
Selanjutnya strategi. Strategi ini
muncul setelah tujuan hidup ditentukan. Pepatah bijak mengatakan, banyak jalan
menuju Roma. Kejauhan ah. Kita ubah saja pepatah bijaknya. Banyak jalan menuju
Jakarta. (Jakarta kan ibukota negara kita). Kita bisa sampai ke Jakarta dengan
menggunakan berbagai alternatif alat transportasi. Yang suka naik kereta bisa
memilih mau naik kereta yang eksklusif, yang bisnis atau yang kelas ekonomi.
Yang suka naik Bus bisa menggunakan Bus yang biasa atau yang Wah. Yang berduit
bisa naik pesawat. Arahnya juga jelas. Bagi orang yang berada di sebelah barat
Kota Jakarta harus berjalan ke arah Timur. Yang berada di sebelah timur kota
Jakarta harus berjalan ke Barat. Begitu seterusnya.
Strategi hidup membuat kita fokus
dengan tujuan hidup. Sekali waktu mungkin kita lengah dengan tujuan hidup kita.
Ada strategi yang kelewatan atau nggak bisa dijalankan?. Tidak masalah. Selama
kita masih bisa mengenali tujuan hidup kita, kita masih bisa memperbaiki atau
merekonstruksi strategi kita.
Yang menjadi permasalahan bagi kebanyakan
orang adalah tujuan hidup yang tak teridentifikasi dengan jelas. Atau, kalaupun
kita punya tujuan hidup, tujuan hidup itu masih abstrak. Nggak jelas. Atau
kalau kita punya tujuan hidup yang jelas kita lupa menyusun strategi yang
matang untuk mencapainya. Sehingga dalam perjalanan kita sering lengah.
Bukannya berjalan ke arah tujuan hidup melainkan melenceng ke arah yang lain.
Wah... nyasar donk namanya.
Sudah mengidentifikasi tujuan hidup?
Kalau belum, tampaknya belum terlambat untuk melakukannya. Sekaranglah saatnya.
Yah sekarang!!
S e k a r a n g!!!
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar