Kejadian hari
ini mengingatkanku pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Saat itu aku adalah
seorang pengajar di sebuah Madrasah Aliyah swasta. Hari itu aku duduk
berhadapan dengan salah seorang siswa di ruang tamu sekolah. Dia menghadangku
dan memaksa untuk “berbicara” tentang
sesuatu hal. Dari pantulan rona di wajahnya aku merasa bahwa siswa ini memendam
kejengkelan yang super hebat.
“Saya mohon
sekolah ini mempertimbangkan hukuman untuk
Khoirul, siswa kelas III IPS!” katanya dengan suara direndah-rendahkan.
“Kelas III IPS
berarti teman satu kelasmu. Siswa yang mendapat hukuman adalah siswa yang
melanggar tata tertib. Pertimbangan
seperti apa yang kamu maksud?”
Siswa yang
disebutkan itu adalah siswa yang selalu terlambat. Sesuai dengan tata tertib
yang berlaku siswa yang terlambat akan mendapat hukuman dari Sie Tatib.
“Saya mohon, Khoirul
dibebaskan dari hukuman?”
“Mengapa? Semua
siswa yang terlambat mendapatkan hukuman yang sama. Fungsi hukuman itu adalah
menyadarkan mereka akan kesalahan yang
mereka lakukan”
“Untuk Khoirul
saja bu, saya mohon dipertimbangkan”