Kamis, 12 September 2013

Malassss.....



Hari ini, salah seorang sahabatku mengeluhkan rasa malas. Katanya: gimana sih caranya mengatasi rasa malas. Ah rasanya setiap orang pasti pernah (sering) dihinggapi perasaan yang satu ini. Malas!!. Ogah ngapa-ngapain. Bawaannya pengen bengong aja. Duduk, berbaring atau tidur-tidur ayam. Tahu sih bahwa masih banyak tugas yang harus dikerjakan. Tapi kenapa ya berat banget buat ngerjainnya. Jadi deh kita benar-benar diam di tempat, melewatkan semua tugas.
Aku juga sering dihinggapi rasa malas seperti itu. Padahal, seringkali, setelah semua berlalu, kerasa banget nyeselnya. Misalnya ketika rasa malas itu menghinggapiku di saat koreksian menumpuk. Biasanya hal ini terjadi di minggu-minggu ulangan. Aku mengajar di beberapa kelas dan biasanya jadwal ulangan bersamaan dalam satu minggu. Mengoreksi pekerjaan lebih dari tigaratus kertas kerja dalam waktu hampir bersamaan adalah pekerjaan yang sangat membosankan. Apalagi kalau tulisan mereka (maaf) tidak terbaca karena terlalu bagus atau terlalu jelek. Padahal pekerjaan masih terus berlanjut. Karena setelah koreksi harus dilakukan analisis terhadap hasil ulangan mereka. Memilah siapa yang harus mendapatkan program remidi dan siapa yang sudah tuntas. Menyiapkan soal-soal remidi dan seterusnya. Aduh... mengingat semua pekerjaan itu membuat semangat benar-benar drop.
Balik ke rasa malas tadi. Bagiku, aku setuju dengan kata-kata bijak yang mengatakan bahwa rasa malas adalah penghambat utama bagi seseorang untuk mencapai tujuannya. Dan setelah melalui riset yang cukup mendalam pada diri sendiri aku mencatat beberapa hal yang menjadi pemicu utama mengapa aku terjebak dalam rasa malas itu.
Pertama karena tugas-tugasku GJ. Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan tetapi semuanya tidak detail. Suatu saat aku ingat bahwa masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Pada saat lain, aku tidak mengingat satupun tugas yang harus kukerjakan. Jadi boleh dibilang kesadaran akan tugas-tugas itu timbul tenggelam. Ingat – tidak ingat – ingat – tidak ingat – dst. Saat tidak ingat tugas, aku santai sekali. Tapi disaat ingat tugas-tugas itu aku jadi stress. Terlalu banyak tugas dan aku tidak tahu tugas mana yang harus aku kerjakan lebih dulu. Disinilah titik munculnya rasa malas itu.
Kedua, boring. Terlalu lama dalam rutinitas. Mengerjakan pekerjaan yang sama terus menerus. Ada kalanya pekerjaan yang datang itu harus dikerjakan dalam durasi yang panjang. Kalau sudah datang pekerjaan yang seperti itu, boringpun tidak bisa dihindari dan muncullah rasa malas itu
Ketiga, sering muncul perasaan: aman. Begini, ketika ada kesadaran untuk mengerjakan tugas, seringkali nyelonong perasaan seperti ini, tenang.... tenang. Nyantai aja, Belanda masih jauh. Toh deadlinenya masih lama. Toh bisa dikerjakan nanti setelah ini. Toh cuma tinggal ngeprint saja. Dan seterusnya dan seterusnya. Perasaan itu seolah-olah membelai, menghibur dan membuatku merasa nyaman meski mengabaikan tugas. 
Di sini, aku merasa bahwa di dalam tubuhku ada dua kekuatan yang sama-sama berebut pengaruh. Yang satu mengajakku melakukan tugas yang satu lagi mengajakku mengabaikannya. Kunamakan saja kekuatan pertama itu sebagai kekuatan negatif sedangkan kekuatan kedua kunamakan kekuatan positif. Munculnya kekuatan negatif itulah yang memicu rasa malasku.
Berdasarkan ketiga hal itu, aku harus waspada begitu rasa malas itu muncul. Aku harus mengenali munculnya rasa malasku itu disebabkan karena apa. Untuk mengatasi rasa malas yang disebabkan karena overlapping tugas-tugas, aku  harus mendata semua tugas dan menetapkan dengan tegas target waktunya. Untuk ini aku mengandalkan program “to do” di HP ku. Kutuliskan semua tugas yang harus kukerjakan. Ketentukan kapan waktu kulaksanakan tugas itu. Setiap saat kubuka catatan itu sehingga aku seperti diingatkan untuk melakukan tugas-tugasku. Kupilih tugas-tugas yang paling ringan dan memungkinkan untuk kukerjakan saat itu. Misalnya untuk beberapa tugas seperti: “bayar telpun” , “ke apotik”, “belanja” dan “tarik tunai” bisa kukalukan sekali jalan. Untuk setiap tugas yang berhasil kuselesaikan hari itu, kuhapus dan kusisakan tugas-tugas yang belum kukerjakan.  Untuk tugas yang belum kukerjakan hari itu, kuperbaiki tanggal pelaksanaannya. Ia akan menjadi tugas yang harus kukerjakan esok hari. Setiap malam kutambahkan tugas baru. Kuperbaiki tanggal pelaksanaannya dan kuperiksa setiap saat. Ini membuatku merasa sedikit enteng. Yang membuatku senang adalah ketika aku berhasil men-delete satu tugas. Rasanya plong... banget.
Rasa malas tidak selamanya hilang meskipun aku sudah memanage tugas-tugasku dengan baik. Rasa malas itu muncul kembali ketika tugas-tugas itu kurasakan terlalu monoton. Untuk rasa malas yang seperti ini, kuhalau dengan cara meramu tugas-tugas itu dengan aktivitas lain yang menarik seperti mendengarkan musik atau nonton TV. Kadang-kadang juga dengan cara “sengaja keluar dari tugas”. Melakukan sesuatu yang bisa membuat fresh. Istilahnya nge-charge energi agar kembali pulih. Cuma yang sering jadi masalah, nge-charge-nya kebablasan. Lost control deh jadinya. Maka sebelum kebablasan buru-buru deh kembali ke “list to do”.
Yang paling sulit adalah bila rasa malas itu karena pengaruh kekuatan negatif yang munculnya dari dalam. Mau tidak mau aku harus melawannya. Caranya? Aku rajin membaca buku. Menyimak kisah orang-orang sukses. Dengan menyimak kisah orang-orang sukses itu  mau tidak mau akan timbul rasa iri dan tidak puas dengan keadaan  diri sendiri saat ini. Orang-orang sukses selalu mempunyai mental baja dan bisa mendisiplinkan diri sendiri. Sikap itulah yang kuharapkan dapat menginspirasiku untuk menghilangkan rasa malas itu. 
Ada cara lain yang lebih jitu untuk menghalau  malas? Boleh donk share di sini!