Maafkan aku ayah
Aku tak pernah berani
membayangkan bagaimana perasaanmu kepadaku. Sekalipun misalnya hari ini engkau
masih hidup, aku tak akan pernah berani bertanya tentang itu. Aku sungguh tak
punya keberanian karena aku tahu betapa banyak aku telah melukai hatimu.
Dari kecil aku tahu engkau adalah
ayahku. Tapi entah kenapa aku selalu tidak tahan berdekatan denganmu.
Mungkinkah karena peristiwa waktu itu. Ketika aku duduk dipangkuan ibu,
menyaksikan tanganmu yang kasar menampar muka ibu dan aku begitu ketakutan. Dan
sejak itu aku seperti melihatmu sebagai monster. Engkau selalu menggunakan
kekuatan tanganmu untuk mengungkapkan kejengkelanmu. Mukamu akan berubah
menjadi api yang membara dan aku akan menunggu dibagian tubuhku yang mana
tangan kuatmu akan menimpaku.
Ayah, aku sungguh bodoh.
Bagaimana mungkin saat itu aku tidak menyadari bahwa tujuanmu sangat mulia.
Engkau mengajarkan sholat kepada ku dengan cara menyuruhku ikut sholat
bersamamu, kemudian engkau membaca semua bacaan sholat dengan keras agar aku
bisa menirukannya dari belakang. Engkau mengajariku membaca Al Qur’an dengan
tongkat kecil di tangan. Aku menerimanya dengan keterpaksaan saat itu. Kurasa
karena engkau mengajarkannya dengan pukulan dan cambuk.
Setelah ibu meninggal dan engkau
memutuskan untuk menikah lagi, jarak diantara kita semakin jauh. Aku tidak
mengerti mengapa engkau mengambil keputusan itu dan mungkin engkau juga tidak
mengerti mengapa aku menolak keputusanmu. Waktu itu kupikir engkau telah
mengkhianati ibu. Saat beliau masih hidup engkau sering membuatnya menangis.
Setelah beliau meninggal engkau buru-buru mencari penggantinya. Pertanyaan yang
selalu memenuhi otakku adalah: apakah engkau tidak mencintai ibu? Sementara,
ibu sangat mencintaimu.
Semua itu kusimpulkan dari cerita
ibu. Kalian berdua adalah sepasang kekasih saat masih sekolah. Kalian berdua
sama-sama ngenger di rumah salah satu
saudara nenek yang kaya agar kalian bisa melanjutkan sekolah. Kalian memang
masih saudara satu sama lain. Setelah lulus engkau menjadi guru di suatu daerah
yang sangat jauh. Kalian terpisah oleh jarak yang sangat jauh. Ditempat baru itu engkau menikah dengan
seorang gadis dan membiarkan ibu terpukul.
Sampai bertahun-tahun ibu tetap menjomblo sampai berita bahwa engkau
bercerai terdengar ibu. Engkau yang sudah memiliki dua anak bercerai dan ibu
dengan lapang menerimamu kembali. Bukankah itu suatu bukti bahwa ibu sangat
mencintaimu. Sementara saat kita bersama aku hanya tahu engkau sering sekali
membuat ibu menangis.
Perasaan kecewa itu terlalu
dominan menguasai hatiku, membuatku menjadi liar. Aku ingin menentangmu. Dengan
menentangmu aku ingin menunjukkan protes. Aku minggat dari rumah. Ketika masuk
SMA aku tidak mau tinggal bersamamu. Aku ingin sekolah di kota lain. Engkau
keberatam dan aku tak peduli. Di depan semua saudara ibu aku menuntutmu untuk
menanggung semua biaya sekolahku. Mereka semua mendukungku. Aku telah
mempermalukanmu di depan keluarga besar ibu. Pasti saat itu engkau sangat
tertekan ayah. Maafkan aku.
Engkau telah melakukan semua
kewajibanmu sebagai ayahku. Engkau mencukupi semua kebutuhanku. Engkau
membiayai pendidikanku. Engkau mengkhawatirkan kesehatanku. Seseorang telah mengatakan kepadaku bahwa
engkau selalu mendoakanku. Yah aku percaya bahwa engkau selalu mendoakanku. Aku
telah mengalami pergulatan hidup yang sangat sulit. Aku telah jungkir balik
menghadapi kenyataan hidup yang sangat pahit. Tetapi Allah memeliharaku untuk
tetap berada di jalanNya. Allah menurunkan hidayahNya setiap kali aku hendak
tergelincir. Kuyakini semua itu karena doamu. Engkau telah mendoakanku meski
aku adalah anakmu yang nakal. Terimakasih karena engkau tidak membenciku meski
aku telah sering menyakitimu.
Sayang, kesadaran itu terlambat
ayah. Kusadari semuanya setelah engkau meninggal dunia. betapa ingin aku
bersimpuh di depanmu, memohon maafmu. Melihatmu ridlo memaafkanku. Kini
kukirimkan kata maaf ini kepadamu. Aku yakin engkau mendengarnya dan aku juga
yakin engkau akan memaafkanku.
Untuk kesekian kalinya ayah (dan akan
selalu kuulangi), maafkan aku
tulisan ini diikutsertakan dalam lomba annida-online Tunjukkin maaf loe bulan Juli-Agustus 2013