Rabu, 07 Agustus 2013

LOMBA ANNIDA-ONLINE “TUNJUKKIN MAAF LO!”



Maafkan aku ayah

Aku tak pernah berani membayangkan bagaimana perasaanmu kepadaku. Sekalipun misalnya hari ini engkau masih hidup, aku tak akan pernah berani bertanya tentang itu. Aku sungguh tak punya keberanian karena aku tahu betapa banyak aku telah melukai hatimu.

 

Dari kecil aku tahu engkau adalah ayahku. Tapi entah kenapa aku selalu tidak tahan berdekatan denganmu. Mungkinkah karena peristiwa waktu itu. Ketika aku duduk dipangkuan ibu, menyaksikan tanganmu yang kasar menampar muka ibu dan aku begitu ketakutan. Dan sejak itu aku seperti melihatmu sebagai monster. Engkau selalu menggunakan kekuatan tanganmu untuk mengungkapkan kejengkelanmu. Mukamu akan berubah menjadi api yang membara dan aku akan menunggu dibagian tubuhku yang mana tangan kuatmu akan menimpaku.

 

Ayah, aku sungguh bodoh. Bagaimana mungkin saat itu aku tidak menyadari bahwa tujuanmu sangat mulia. Engkau mengajarkan sholat kepada ku dengan cara menyuruhku ikut sholat bersamamu, kemudian engkau membaca semua bacaan sholat dengan keras agar aku bisa menirukannya dari belakang. Engkau mengajariku membaca Al Qur’an dengan tongkat kecil di tangan. Aku menerimanya dengan keterpaksaan saat itu. Kurasa karena engkau mengajarkannya dengan pukulan dan cambuk.

 

Setelah ibu meninggal dan engkau memutuskan untuk menikah lagi, jarak diantara kita semakin jauh. Aku tidak mengerti mengapa engkau mengambil keputusan itu dan mungkin engkau juga tidak mengerti mengapa aku menolak keputusanmu. Waktu itu kupikir engkau telah mengkhianati ibu. Saat beliau masih hidup engkau sering membuatnya menangis. Setelah beliau meninggal engkau buru-buru mencari penggantinya. Pertanyaan yang selalu memenuhi otakku adalah: apakah engkau tidak mencintai ibu? Sementara, ibu sangat mencintaimu.

 

Semua itu kusimpulkan dari cerita ibu. Kalian berdua adalah sepasang kekasih saat masih sekolah. Kalian berdua sama-sama ngenger di rumah salah satu saudara nenek yang kaya agar kalian bisa melanjutkan sekolah. Kalian memang masih saudara satu sama lain. Setelah lulus engkau menjadi guru di suatu daerah yang sangat jauh. Kalian terpisah oleh jarak yang sangat jauh.  Ditempat baru itu engkau menikah dengan seorang gadis dan membiarkan ibu terpukul.  Sampai bertahun-tahun ibu tetap menjomblo sampai berita bahwa engkau bercerai terdengar ibu. Engkau yang sudah memiliki dua anak bercerai dan ibu dengan lapang menerimamu kembali. Bukankah itu suatu bukti bahwa ibu sangat mencintaimu. Sementara saat kita bersama aku hanya tahu engkau sering sekali membuat ibu menangis.  

 

Perasaan kecewa itu terlalu dominan menguasai hatiku, membuatku menjadi liar. Aku ingin menentangmu. Dengan menentangmu aku ingin menunjukkan protes. Aku minggat dari rumah. Ketika masuk SMA aku tidak mau tinggal bersamamu. Aku ingin sekolah di kota lain. Engkau keberatam dan aku tak peduli. Di depan semua saudara ibu aku menuntutmu untuk menanggung semua biaya sekolahku. Mereka semua mendukungku. Aku telah mempermalukanmu di depan keluarga besar ibu. Pasti saat itu engkau sangat tertekan ayah. Maafkan aku.

 

Engkau telah melakukan semua kewajibanmu sebagai ayahku. Engkau mencukupi semua kebutuhanku. Engkau membiayai pendidikanku. Engkau mengkhawatirkan kesehatanku.  Seseorang telah mengatakan kepadaku bahwa engkau selalu mendoakanku. Yah aku percaya bahwa engkau selalu mendoakanku. Aku telah mengalami pergulatan hidup yang sangat sulit. Aku telah jungkir balik menghadapi kenyataan hidup yang sangat pahit. Tetapi Allah memeliharaku untuk tetap berada di jalanNya. Allah menurunkan hidayahNya setiap kali aku hendak tergelincir. Kuyakini semua itu karena doamu. Engkau telah mendoakanku meski aku adalah anakmu yang nakal. Terimakasih karena engkau tidak membenciku meski aku telah sering menyakitimu.

 

Sayang, kesadaran itu terlambat ayah. Kusadari semuanya setelah engkau meninggal dunia. betapa ingin aku bersimpuh di depanmu, memohon maafmu. Melihatmu ridlo memaafkanku. Kini kukirimkan kata maaf ini kepadamu. Aku yakin engkau mendengarnya dan aku juga yakin engkau akan memaafkanku.

 

Untuk kesekian kalinya ayah (dan akan selalu  kuulangi), maafkan aku


tulisan ini diikutsertakan dalam lomba annida-online  Tunjukkin maaf loe bulan Juli-Agustus 2013