Minggu, 30 Oktober 2016

Jadilah Virus Positif

Sepanjang pengalamanku selama kurang lebih duapuluh dua tahun menjalani profesi sebagai guru, energi itu bisa ditularkan. Kalau aku masuk kelas dengan full energi, murid muridku akan berenergi juga. Kalau aku masuk kelas dengan suara nyaring, berjalan dari satu bangku ke bangku yang lain, memberi pertanyaan dengan tempo yang cepat, nada bicara yang berirama, anak anak juga akan mengikutinya. Mereka juga aktif. Ada yang bertanya, ada yang berebut maju ke depan untuk mengerjakan soal dan lain sebagainya.

Jumat, 07 Oktober 2016

I Love You, My Dore

Aku ikut LKS. Pesan itu disampaikannya di grup wa keluarga. Senang? Jujur ya. Cemas? Iya juga. Senangnya karena aku merasa mimpiku saat aku masih remaja kulihat dalam wujud kesempatan ini. Dulu ketika aku masih sekolah, SMP, SMA aku ingin menjadi remaja berprestasi. Mendapat kesempatan mengikuti berbagai even, bertemu dengan remaja berprestasi dari daerah lain. 
Membayangkan itu rasanya senang sekali. Apalagi kalau sampai mendapat penghargaan karena prestasi itu. Tapi kala itu, mimpi itu tak pernah terwujud. Aku bingung bagaimana mewujudkannya. Aku bingung harus memulai dari mana. Diam-diam aku menyimpan pertanyaan besar, bagaimana sih mereka kok bisa seperti itu. 

Rabu, 05 Oktober 2016

Aku Bisa

Masih distasiun ini. Udara semakin panas. Enak kali ya minum yang dingin dingin. Celingak celinguk, ekor mata menangkap mesin penjual minuman. Ehmmm masalahnya, aku belum pernah beli minuman pada mesin penjual minuman. Coba ada Ami... Oh.

Kebayang kalau aku cerita ke Ami tentang emaknya yang gak berani menggunakan mesin penjual minuman, pasti dia akan meledekku begini; aduuh S1 ya. Dimana dulu kuliahnya? unesa? Masa gitu aja nggak bisa. dih...malu maluin almamater aja.

Nggak boleh. Nggak boleh. Harus berani, harus bisa. Bukankah di sana pasti ada petunjuknya. Bukankah aku tidak buta huruf. Bukankah aku... Ha....ha.... Seringaimu membuatku marah Amiiii.
Bismillah. Aku ambil uang 10000 an dan mendekati mesin itu. Perhatianku langsung tertuju pada lobang: masukkan uang disini. Kulipat uang biar bisa masuk lobang, eh menjulur lagi keluar. Kuulangi sampai tiga kali tapi responnya tetap sama. Rupanya mesin itu menolak uangku. Pasti ada sesuatu yang salah. Kutelusuri petunjuk disitu. Ups... Jangan masukkan uang dalam keadaan terlipat. Oalah. Kuulangi lagi dengan uang dalam keadaan terbentang dan lurus.

Sip. Uangku masuk. Lah terus gimana kalau uangnya diterima? Tekan tombol apa euy. Tiba tiba mataku menangkap tulisan panjang yang intinya kalau dlm waktu sekian menit tidak melakukan pembelian, uang hilang. Oh...

Feelingku mengatakan aku harus tekan tombol. Tombol yang mana ya? Oh mungkin tombol dibawah botol botol yang berdiri dibalik kaca. Nekad noh. Clek..glodak. Ada botol minuman jatuh ke bawah. Akupun berusaha mengambilnya.
Yesss berhasil

Sepertinya  banyak hal yang harus kupelajari biar gak banget banget kudet -pinjam istilah abang raditmu ya mii-. Lihatlah! di stasiun ini ada beberapa mesin yang tak kuketahui bagaimana mengoperasikannya. Kulihat beberapa orang menggesek gesek monitor, memasukkan semacam kartu ATM, menarik kertas kemudian berpindah ke mesin yang lain, gesek gesek lagi terus membentangkan kertasnya ke mesin kecil yang ada lampu merah kemudian bunyi tit..tit... terus pergi dengan puas. Alamak.... mesin apa itu namanya? Gimana cara memperlakukannya?

Mesin mesin itu kan dibuat untuk mudahkan urusan manusia. Mereka yang bisa mengoperasikannyalah yang akan menguasai dunia. Ha...ha... Dunia dalam tanda kutip lo yah. Kurangnya pengetahuan dan kemalasan untuk belajar  menyuburkan dunia percaloan. Ya toh? Orang yang nggak bisa pasti akan meminta orang lain untuk melakukannya, dengan sejumlah upah tentu saja. Itu kan artinya kalau kita tidak mau belajar memanfaatkan alat alat canggih itu padahal sistim mengharuskan kita menjadi usernya, maka kita akan menciptakan calo-calo untuk mengatasi kebodohan kita. Terus kalau banyak calo berkeliaran dimana-mana dan kita sadar bahwa mereka telah merampok uang kita, kita bengok-bengok.  Hayoo salah siapa?

Jadi ingat petuah nenekku dulu kalau memotivasi kami agar rajin belajar. Jadilah orang pinter nduk. Jangan mau jadi orang bodoh, karena orang bodoh itu makanan orang pinter. Tapi ingat, kalau sudah pinter, jangan minteri orang lain. Dosa itu!!   Petuah nenekku itu terbukti benar. Orang bodoh menggantungkan hidupnya pada orang pinter. Nah saat itu terjadi, maka orang pinter akan memegang kendali. Ia akan memeras orang bodoh dengan kepinterannya.

So...please don't keep your stupid. Hua...ha...ha...

Selasa, 04 Oktober 2016

Stop Mengeluh Dong Say

Hari ini ada aturan baru yang menghebohkan. Posisi kami saat upacara diubah. Selama upacara berlangsung kami harus berdiri di kanan tiang bendera menghadap ke siswa. Kenapa heboh? Karena dengan posisi ini kami harus menentang sinar matahari.


Hanya duapuluh menit memang. Tetapi panas yang kami rasakan pada wajah kami sungguh luar biasa. Maka sepanjang waktu itulah kami harus menahannya. Seperti meleleh rasanya tubuh kami. Dibalik baju seragam kami yang cukup tebal, keringat bercucuran. Tuhan, sungguh ini bukanlah hal yang menyenangkan.

Minggu, 02 Oktober 2016

Ingat Ingat


Sepanjang hari, sepanjang waktu kita bertemu dengan banyak orang. Keluarga, teman kerja, teman komunitas, tetangga atau  siapa saja yang kebetulan kita temui. Yah mungkin ketemu saat antri beli tiket atau nunggu antrian di bank. Itulah kita. Makanya kita dinamakan makhluk sosial karena kita adalah bagian dari masyarakat.

Dewasa ini kita memasuki kelompok sosial offline dan online. Hampir sama menurutku. Di sana, di dunia maya juga berkumpul simbol simbol masyarakat. Meski hanya foto yang terlihat tetapi dibalik itu, ada manusia yang mempunyai hati dan perasaan. Mereka bisa sakit hati juga.

Kadang kita terlibat atau hampir terlibat konflik. Bersitegang dengan orang lain karena berbeda pendapat atau tidak sepakat dengan mereka. Kita kecewa. Terus kita ungkapkan kekecewaan itu di mana-mana. Pada saat itulah kita terjerumus dalam ghibah atau bahkan fitnah. Kalau kita lakukan itu secara offline, mungkin yang mendengarkan dan ikut berkonspirasi satu, dua, tiga, empat atau lima orang. Tapi kalau kita status-in kekecewaan itu dimedia sosial, berapa puluh, berapa ratus bahkan berapa ribu yang akan membacanya, menyukainya dan mengomentarinya. Wah jadi semakin besar dong dosa kita.