Selasa, 19 Agustus 2014

Pahitnya buah Pare



tumis pare
Buah pare itu kalau dilihat dari bentuk luarnya nggak modis banget. Kulitnya mbregidil tak beraturan menyerupai bisul. Rasanya konon juga sangat pahit.

Maka ketika suamiku memperkenalkan tanaman berdaun menjari itu sebagai pare, aku nggak ngeh banget. Biarpun aku belum pernah ngrrasain tapi melihat tampilan fisiknya saja sudah hilang selera.

Tanaman itu ditanam di dekat pintu keluar. Si pare tumbuh dengan suburnya. Dibanding tanaman lain ia juga lebih cepat berbuah. Dahannya nlolor ke mana mana sampai keluar pagar.

"Asyik ada pare!"
Itu komentar tetanggaku yang rupanya suka makan pare.
Syukurlah ada yang doyan, pikirku. Dari pada repot memanfaatkan. Akhirnya kami sepakat buah diluar pagar dia yang olah. Sedang yang didalam pagar bagianku.

Buah pertama, dipeloyotin sja sampai berwarga kuning. Buah kedua dipetik tapi dibiarkan ngendon di dalam kulkas selama berhari hari. Akhirnya nggak tega juga. Maka mulailah cari resep olahan pare.

Lupa nemu dimana, tapi masaknya mirip dengan membuat tumis daun pepaya. Perlakuan terhadap pare sebelum dimasak diremas remas dengan garam (mungkin untuk menghilangkan rasa pahitnya). Sedang pada bumbu halusnya ditambahkan jahe dan kunyit juga ditambahkan teri.

Nggak sampai sepuluh menit masakan itu jadi. Setelah dicicipi ternyata........... Nikmat sekali.


Sekolah VS Orangtua





Masuk pondok adalah program wajib yang harus diikuti oleh semua siswa di semua tingkatan. Siswa kelas XI dan kelas XII masuk pondok selama lima hari sedangkan siswa kelas X masuk pondok selama tiga hari. Selama mereka tinggal di dalam pondok, mereka wajib mengikuti semua aturan yang berlaku di pondok tersebut, yang pasti berbeda dengan aturan yang ada di rumah ataupun di sekolah.
Di antara aturan pondok yang harus dipatuhi adalah: tidak membawa HP. Kalau ada yang membawa HP maka harus diserahkan kepada pengurus pondok untuk diamankan. Dilarang membawa uang berlebihan. Di larang memakai perhiasan yang berlebihan. Tidak boleh menerima tamu pria selama di pondok, siswa masuk pondok dan pulang saat kegiatan sudahberakhir) harus diantar jemput oleh orangtua  dan setiap siswa diwajibkan mengikuti semua kegiatan yang dilakukan di pondok. Sekolah memandang baik autran tersebut dan mendukung sepenuhnya.
Tetapi tidak demikian dengan orangtua. Banyak juga orangtua yang tidak mendukung program sekolah. Mereka seperti dengan sengaja mengabaikan peraturan yang sebetulnya justru untuk melindungi anak-anak mereka. Misalnya urusan antar jemput. Dalam edaran sudah disampaikan bahwa siswa datang ke pondok diantar oleh orangtua, demikian juga saat siswa keluar dari pondok, juga harus dijemput oleh orangtua. Peraturan ini sama sekali tidak bermaksud untuk merepotkan orang tua melainkan untuk melindungi anak-anak mereka. Bayangkan seandainya anak mereka diantar dan dijemput  cowok mereka. Mereka tidak langsung pulang ke rumah tetapi mampir ke tempat lain dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Berapa banyak sudah kasus pelecehan seksual terjadi di luar sana yang disebabkan karena hal-hal kecil diabaikan yaitu, pemantauan orangtua.
Ada juga aturan dilarang menerima tamu laki-laki selain orangtua mereka. Aturan tidak boleh membawa HP dan harus menyerahkan HP mereka untuk diamankan selama berada di pondok. Beberapa orangtua menganggap hal ini terlalu berlebihan. Terlalu mengekang. Padahal sudah terbukti banyak anak-anak yang memanfaatkan kesempatan untuk bertemu dengan pacarnya atau berhubungan lewat sms. Dan ujungnya (hampir) selalu bencana.
Keluarga vs sekolah. Kalau keduanya saling bertentangan dan tidak sepaham dalam menentukan apa yang seharusnya untuk anak-anak, maka yang terjadi adalah benturan. Dan hal itu akan mengakibatkan pertentangan batin pada anak-anak. Mereka akan cenderung berlindung pada hal-hal yang menguntungkan mereka dan mengabaikan  yang dianggap merugikan mereka. Padahal mereka tidak (belum) sepenuhnya menyadari apa yang terbaik untuk diri mereka sendiri.
Awalnya pembiasaan baik seperti menyiksa mereka. Tetapi itulah yang terbaik untuk mereka dikemudian hari. Analog yang paling sederhana adalah ketika anak-anak sakit. Mereka diharuskan minum obat. Pahit. Mereka tidak suka. Memaksa mereka untuk tetap minum obat itu tampaknya menyiksa mereka. Tapi tindakan itu akan menyembuhkan mereka dari penyakit. Ketika anak minta sirup dan orang tua memberikannya, tampaknya tindakan itu adalah bentuk kasih sayang tapi ujungnya justru menyiksa mereka di kemudian hari.
Ketika anak-anak melanggar aturan dan mendapatkan sanksi, banyak orangtua yang tidak tega dan menginginkan anak-anak mereka terbebas dari sanksi.  Tanpa mereka sadari, tindakan mereka itu membentuk pemahaman yang sangat menjerumuskan bagi anak-anak mereka. Membentuk kepribadian yang lemah, tidak tahan uji dan mudah menyerah.
Apakah sanksi ini diberlakukan untuk semua siswa? Saya hanya ingin anak saya diperlakukan adil. Pertanyaan ini adalah bentuk lain dari protes mereka. Pembelaan secara vulgar oleh orang tua akan membuat anak-anak merendahkan institusi pendidikan. Mereka merasa memiliki pelindung yang akan meluluskan semua keinginan mereka, yaitu orangtua mereka.
Setiap yang mereka alami adalah pengalaman belajar. Pertentangan sekolah dan orangtua yang mereka saksikan secara kasat mata akan menorehkan pengalaman belajar yang buruk bagi mereka dan akan melemahkan karakter mereka.
Maka perlu sekali kerja sama antara sekolah dan orangtua untuk mengantarkan mereka menjadi orang baik dikemudian hari. Sukses dan berbakti kepada orangtua. 

Senin, 11 Agustus 2014

Jodoh tak kan lari Kemana



Ada seorang ABG yang bertanya tentang mengapa cewek pada umumnya lebih memilih cowok nakal, urakan dan tidak punya tata krama sebagai pacarnya dibandingkan dengan cowok baik gak aneh-aneh dan santun.  Pertanyaan itu ditulis di statusnya dan dikomentari oleh beberapa orang temannya. 



gambar diambil dari sini 
Aku yang sudah tidak seusia dengan mereka, tetap merasa tergelitik untuk menyimak bagaimana para ABG menyikapi masalah seperti ini. Di kelas, pertanyaan pertanyaan seperti ini tidak pernah muncul. Tidak pernah juga menjadi topik diskusi.Tetapi faktanya cukup merisaukan mereka. Ini adalah masalah penting bagi mereka. 

Mereka memperbincangkannya. Ada sebagian yang pro dan sebagian yang lain kontra. Tapi semua mempunyai argumen untuk mendukung alasan mereka.

Cowok nakal, urakan dan tak punya sopan santun atau cowok baik, sederhana dan santun adalah pilihan. Namanya pilihan dan setiap pilihan selalu berujung pada konsekwensi maka ya terserah pada sang pemilih. Karena toh yang akan menanggung konsekwensinya ya mereka sendiri. Tapi menarik untuk menyimak apa yang menjadi dasar pemikiran mereka.