Minggu, 25 Juni 2017

Kembali Fitri


Perang mengalahkan hawa nafsu adalah perjuangan yang lebih berat dari pada memerangi musuh, sekuat apapun musuh itu. 
Itulah note yang menarik dari khotbah hari raya idul fitri dari masjid Al Muhajirin pagi ini. 

Ajakan yang selalu diulang di setiap khotbah idul fitri dari tahun ke tahun. Pengulangan ini memang sesuai dengan tema, tetapi karena dimensi waktu yang selalu berubah maka sesungguhnya tidak ada keadaan yang benar benar sama. Hal itu membuat pengulangan khotbah ini juga bernuansa berbeda. 

Di khotbah kali ini, saya bertanya dalam hati, mengapa ya memerangi hawa nafsu kok dibilang jihat pali besar, jihat paling sulit, jihat yang memiliki kedudukan lebih besar dari jihad-jihad yang lain . 

Khotib menyebutkan bahwa jihad dalam arti berperang, menghadapkan kita pada situasi berhadapan (adu arep - bhs jawa) sedangkan jihad melawan hawa nafsu tidak. 

Pada perang yang sesungguhnya kita berhadapan dengan musuh yang bisa dilihat, dipukul atau dihindari bila kita menyel matkan diri karena terdesak. Tetapi tidak demikian dengan perang melawan hawa nafsu. Musuh itu berada dalam diri kita. Bersama kita. Ketika kita memukulnya, kita rasakan pedih dan sakitnya. Selain itu, karena kita bersamanya tak ada ruang untuk bersembunyi dari. Nah, terbayang kan betapa sulitnya. 

Maka sangat pantas bila dikatakan, jihad besar yang sesungguhnya adalah memerangi hawa nafsu. Perang yang paling sulit dan paling berat akan mengalahkan hawa nafsu. 

Jangan sesumbar menjadi orang kuat bila belum bisa menaklukkannya,  HAWA NAFSU. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar