Selasa, 03 Januari 2017

Bagaimana Cara Anda Bersyukur?

Tiba tiba ingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Duluuuuu sekali. Saat itu aku melakuka perjalanan dengan naik kereta. Saat itu masih cara lama. Naiknya berebut, tempat duduk pakai sistem siapa cepat dia dapat, banyak penjaja asongan yang cara jualnya maksa dan banyak peminta minta.



Masa itu, kenyamanan dan keamanan memang sesuatu yang mahal di kereta. Tapi impaslah dengan harga karcis yang murah bingiiits. Jangan coba coba mengeluh kalau tidak ingin memdapat umpatan seperti ini: bayar murah minta enak. Emang kereta nenek moyang loh.

Aku bilang kenyamanan mahal, karena sebentar sebentar kita akan diusik oleh tamu tamu tengil ini. Entah dari asalnya, peminta minta setiap sepuluh menit sekali lewat. Medianya bermacam macam, mereka juga berasal dari berbagai tingkatan usia. Anak anak di bawah umur dengan icik icik dan suara yang tak nyaman di telinga, orang orang yang mengekploitasi kekurangan fisik atau remaja belasan tahun yang berdalih penyapu gerbong.

Faktanya mereka adalah peminta. Anggap saja nasip mereka kurang beruntung (buktinya meminta kan) tetapi menghadapi mereka yang datang silih berganti gerah juga kan. Nah kami para penumpang pun punya trik menghadapi mereka. Triknya begini, tempat duduk kan saling berhadapan tiga-dua pada masing masing sisi. Jadi setiap blok ada enam atau empat. Nah di sini ada kesepakatan yang tidak tertulis, untuk setiap pengemis diberi satu kali saja. Jadi kalau sudah ada penumpang dalam satu blok sudah memberi maka penumpang lain diam. Nanti kalau ada lagi baru penumpang yang belum ngasih duit keluarin recehannya. Yah tidak semua penumpang ikut aturan itu sih, tapi seringkali aku naik kereta aturan itu berlaku.

Nah waktu itu aku duduk berdekatan dengan sebuah keluarga. Mereka tidak satu blok denganku tapi kami bersisian. Si bapak ini dermawan sekali. Semua pengemis yang lewat diberi receh. Gak peduli sudah ada yang kasih duit apa belum si bapak ini tetap kasih. Nah diproteslah sama istrinya, pak kok semua pengemis dikasih to. Keenakan mereka. Mereka itu lo nggak semua miskin. Ada juga yang kaya. Bapak aja yang gak tahu siapa mereka.

Si bapak itu diam saja mendapat omelan sang istri. Beberapa saat setelah istrinya berhenti mengomel, si bapak bilang biar saja. Mau ibu mengalami nasib seperti mereka?

Si istri melotot, Ya ogahlah.
Si bapak bilang, makanya kita syukuri nasib kita dengan bersedekah pada mereka. Niatku kan bersedekah, kebetulan saja mereka yang terima. Jleb...Si istri diam. Aku yang mendengar juga diam.

Ah setiap orang memang punya alasan untuk melakukan tindakan. Bisa benar atau salah di mata orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar