sumber gambar
Pembelajaran penting yang jarang kita sadari selama ini adalah belajar berinteraksi sosial. Sekian tahun kita belajar dibangku sekolah, kita hanya terfokus pada materi-materi ajar yang memang sangat penting dalam karier kita. Tetapi dalam kehidupan sosial, ternyata menguasai materi-materi yang kita terima dibangku sekolah saja tidak bisa membuat hidup kita terasa nyaman. Hubungan yang harmonis dengan lingkungan tak bisa diabaikan.
Pembelajaran penting yang jarang kita sadari selama ini adalah belajar berinteraksi sosial. Sekian tahun kita belajar dibangku sekolah, kita hanya terfokus pada materi-materi ajar yang memang sangat penting dalam karier kita. Tetapi dalam kehidupan sosial, ternyata menguasai materi-materi yang kita terima dibangku sekolah saja tidak bisa membuat hidup kita terasa nyaman. Hubungan yang harmonis dengan lingkungan tak bisa diabaikan.
Adalah sifat dasar setiap
manusia merasa dirinya paling baik, paling benar, paling bijaksana, paling
dermawan dan paling-paling yang lain.
Sifat dasar manusia juga tidak mau dicela atau direndahkan. Nah kalau
semua orang beranggapan seperti itu, kemana lagi ujungnya kalau bukan konflik.
Meski tidak semua konflik jelek, tetapi terlalu sering menghadapi konflik (apa lagi
kanflik antar pribadi) adalah indikator bahwa seseorang gagal membangun
hubungan sosial yang baik.
Sementara
kita tidak pernah peduli sampai dimana tahap perkembangan psikososial kita.
Bisa jadi tidak ada kesesuaian antara usia kita dengan tahap perkembangan yang
seharusnyapun kita tidak tahu. Misalnya usia kita yang seharusnya berada di
tahap ke 7 tetapi psikososial kita masih berada di tahap kelima.
Belajar
memahami orang lain itu penting. Belajar menghargai orang lain itu juga
penting. Belajar menyesuaikan antara hak dan kewajiban apa lagi. Lebih-lebih
belajar mengkomunikasikan ide kepada orang lain. Kegagalan kita memahami orang
lain, menghargai orang lain, menyesuaikan hak dan kewajiban, mengkomunikasikan
ide dan hubungan sosial yang lain akan membuat kita mudah terjebak dalam
konflik. Dan seringnya muncul konflik akan membuat hidup kita menjadi tidak
nyaman.
Contoh
sederhana gagalnya suatu hubungan sosial.
Ada
dua orang yang sedang menghadapi konflik. Sebut saja Hani dan Suci. Hani adalah
seorang bendahara di sebuah koperasi. Suci adalah nasabah di koperasi itu. Suci
pinjam uang dan sebelum cicilannya lunas, dia sudah pinjam lagi. Saat ditagih,
ia selalu berkelit. Singkat cerita menurut Hani, Suci ini adalah kreditor
nakal. Nah dalam suatu kesempatan Hani bercerita kepada sahabatnya, sebut saja
Sandra. Dia ceritakan kenakalan Suci ini kepada Sandra.
Pada
saat Sandra bertemu dengan Suci, Sandra menyampaikan semua yang ia dengar dari
Hani kepada Suci. Suci marah. Bisa diduga adegan setelah itu. Keduanya terlibat
konflik yang sangat hebat. Padahal,
sebetulnya konflik antara Sandra dan Suci tak akan terjadi bila Sandra tidak
membocorkan apa yang iadengar kepada
Suci. Dalam hal ini Sandra bukanlah orang yang berkepentingan. Tidak
membocorkan apa yang didengarnya pun tidak akan membuatnya rugi. Tetapi ketika
hal itu ia lakukan dengan dalih ia soulmate-nya Hani, konflikpun tak bisa
dihindari.
Dalam
kehidupan nyata, cerita di atas seringkali terjadi. Permasalahan sederhanapun
menjadi sangat rumit dan menciptakan konflik yang berkepanjangan. Ujungnya kita
yang terlibat didalamnya menjadi tidak nyaman.
Menghindari
konflik? Sangat tidak mungkin. Karena dunia ini memang sumber konflik. Saat
pertama kali manusia diciptakan, konflik sudah ada. Ingat cerita habil dan
Qobil. Tetapi manusia yang arif adalah manusia yang bisa menempatkan konflik
sebagai media pembelajaran. Manusia yang arif adalah manusia yang berkontribusi
menyelesaikan konflik, bukan sebaliknya berkontribusi membuat konflik.
(Jadi
ingat kisah istri Abu Lahab, si perempuan pembawa kayu bakar. Semoga Allah
menghindarkan kita dari perangai seperti itu, amin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar