Jumat, 07 Oktober 2016

I Love You, My Dore

Aku ikut LKS. Pesan itu disampaikannya di grup wa keluarga. Senang? Jujur ya. Cemas? Iya juga. Senangnya karena aku merasa mimpiku saat aku masih remaja kulihat dalam wujud kesempatan ini. Dulu ketika aku masih sekolah, SMP, SMA aku ingin menjadi remaja berprestasi. Mendapat kesempatan mengikuti berbagai even, bertemu dengan remaja berprestasi dari daerah lain. 
Membayangkan itu rasanya senang sekali. Apalagi kalau sampai mendapat penghargaan karena prestasi itu. Tapi kala itu, mimpi itu tak pernah terwujud. Aku bingung bagaimana mewujudkannya. Aku bingung harus memulai dari mana. Diam-diam aku menyimpan pertanyaan besar, bagaimana sih mereka kok bisa seperti itu. 


Kini setelah dewasa, eh tua ding, jadi emak, aku meletakkan harapan itu pada anak-anakku. Aku berjanji menjadi pendamping yang baik. Aku berjanji memberikan fasilitas yang bisa mendukung prestasi mereka. Aku tahu bahwa kemampuan setiap orang berbeda. Prestasi itu nomer dua. Yang penting adalah mendapatkan pengalaman. Merasakan sensasi kompetisi yang menggetarkan. Aku percaya tak ada usaha yang sia-sia. 

Aku bisa merasakan kebingungan mereka para remaja itu. Kalau dibilang mereka tidak punya mimpi tentu saja itu salah. Mereka itu punya mimpi. Otak mereka adalah gudang mimpi.  Masalah besar yang mereka hadapi adalah, mereka tidak tahu dari mana mereka harus memulai untuk mewujudkan mimpi mereka.

Aku tahu. Tapi apa harus ngapain??. Mungkin itu yang akan mereka ungkapkan kalau mereka diberi kesempatan untuk mengungkapkannya. Seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Sekelompok siswa memberanikan diri mengambil order pembuatan id card dan pemotretan. Mereka sudah membagi diri menjadi kelompok kelompok kecil. Setiap kelompok bertanggungjawab terhadap tugas tertentu. Misalnya ada tim pendataan, tim pemotretan, tim editing, pencetakan id card dan lain sebagainya. Mereka sudah melakukan koordinasi dan membahas job discription masing-masing tim. Ok. Deal.
Ketika ketua pelaksana mengecek tugas bagian pendataan -karena mereka harus bekerja lebih dulu- ternyata mereka belum melakukan apa apa. Ketika ditanya mengapa, anggota tim menyampaikan banyak sekali alasan yang intinya  semua alasan itu menghambat pekerjaan mereka. Aku bertanya, apakah mereka sudah mengerjakan sesuatu, jawabannya adalah gelengan kepala.

Inilah contoh kebingungan itu. Seringkali mereka menolak ide mereka sendiri bahkan sebelum mereka sadar tentang ide mereka. Dalam kasus ini kuminta dia mengambil HP nya dan menuliskan tugas tugas yang harus dikerjakan (sesuai job discription) melalui aplikasi yang dimilikinya.
Kemudian kukatakan padanya "Jangan pikirkan sulitnya. Lakukan saja. Dimulai dari tugas pertama. Kamu menuliskan:  membuat form biodata siswa. Ambil laptopmu, nyalakan, buat tabel, copi menjadi beberapa kemudian cetak. Kamu bisa melakukannya kurang dari sepuluh menit, percayalah. Lakukan bagian perbagian dan jangan lupa coret tugas yang sudah kamu kerjakan. OK? Dia mengangguk. Esoknya ia sudah siap mengedarkan form itu dan menariknya pada hari yang sama. 

Nah terbukti kan bahwa masalah diselesaikan dengan tindakan bukan dengan dipikirkan.
Rata-rata remaja berada pada tahap memikirkan. Celakanya banyak remaja yang mengulur pemikirannya sampai jauuuhhh banget sampai-sampai ia kehilangan bagian utamanya. Lebih celaka lagi mereka tidak menyadari bahwa posisi mereka sudah sangat jauh dari bagian utama itu. Nah, orang tua lah yang bertugas menarik mereka kembali ke bagian utama, mengingatkan dimana posisi mereka seharusnya.

Pesan baiknya, Jangan tinggalkan mereka!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar