Aku ikut LKS. Pesan itu disampaikannya di grup wa keluarga.
Senang? Jujur ya. Cemas? Iya juga. Senangnya karena aku merasa mimpiku
saat aku masih remaja kulihat dalam wujud kesempatan ini. Dulu ketika
aku masih sekolah, SMP, SMA aku ingin menjadi remaja berprestasi.
Mendapat kesempatan mengikuti berbagai even, bertemu dengan remaja
berprestasi dari daerah lain.
Membayangkan itu rasanya senang sekali.
Apalagi kalau sampai mendapat penghargaan karena prestasi itu. Tapi kala
itu, mimpi itu tak pernah terwujud. Aku bingung bagaimana
mewujudkannya. Aku bingung harus memulai dari mana. Diam-diam aku
menyimpan pertanyaan besar, bagaimana sih mereka kok bisa seperti itu.
Kini
setelah dewasa, eh tua ding, jadi emak, aku meletakkan harapan itu pada
anak-anakku. Aku berjanji menjadi pendamping yang baik. Aku berjanji
memberikan fasilitas yang bisa mendukung prestasi mereka. Aku tahu bahwa
kemampuan setiap orang berbeda. Prestasi itu nomer dua. Yang penting
adalah mendapatkan pengalaman. Merasakan sensasi kompetisi yang
menggetarkan. Aku percaya tak ada usaha yang sia-sia.
Aku
bisa merasakan kebingungan mereka para remaja itu. Kalau dibilang
mereka tidak punya mimpi tentu saja itu salah. Mereka itu punya mimpi.
Otak mereka adalah gudang mimpi. Masalah besar yang mereka hadapi
adalah, mereka tidak tahu dari mana mereka harus memulai untuk
mewujudkan mimpi mereka.
Aku tahu. Tapi apa harus
ngapain??. Mungkin itu yang akan mereka ungkapkan kalau mereka diberi
kesempatan untuk mengungkapkannya. Seperti kejadian beberapa hari yang
lalu. Sekelompok siswa memberanikan diri mengambil order pembuatan id
card dan pemotretan. Mereka sudah membagi diri menjadi kelompok kelompok
kecil. Setiap kelompok bertanggungjawab terhadap tugas tertentu.
Misalnya ada tim pendataan, tim pemotretan, tim editing, pencetakan id
card dan lain sebagainya. Mereka sudah melakukan koordinasi dan membahas
job discription masing-masing tim. Ok. Deal.
Ketika
ketua pelaksana mengecek tugas bagian pendataan -karena mereka harus
bekerja lebih dulu- ternyata mereka belum melakukan apa apa. Ketika
ditanya mengapa, anggota tim menyampaikan banyak sekali alasan yang
intinya semua alasan itu menghambat pekerjaan mereka. Aku bertanya,
apakah mereka sudah mengerjakan sesuatu, jawabannya adalah gelengan
kepala.
Inilah contoh kebingungan itu. Seringkali
mereka menolak ide mereka sendiri bahkan sebelum mereka sadar tentang
ide mereka. Dalam kasus ini kuminta dia mengambil HP nya dan menuliskan
tugas tugas yang harus dikerjakan (sesuai job discription) melalui
aplikasi yang dimilikinya.
Kemudian kukatakan
padanya "Jangan pikirkan sulitnya. Lakukan saja. Dimulai dari tugas
pertama. Kamu menuliskan: membuat form biodata siswa. Ambil laptopmu,
nyalakan, buat tabel, copi menjadi beberapa kemudian cetak. Kamu bisa
melakukannya kurang dari sepuluh menit, percayalah. Lakukan bagian
perbagian dan jangan lupa coret tugas yang sudah kamu kerjakan. OK? Dia
mengangguk. Esoknya ia sudah siap mengedarkan form itu dan menariknya
pada hari yang sama.
Nah terbukti kan bahwa masalah diselesaikan dengan
tindakan bukan dengan dipikirkan.
Rata-rata remaja
berada pada tahap memikirkan. Celakanya banyak remaja yang mengulur
pemikirannya sampai jauuuhhh banget sampai-sampai ia kehilangan bagian
utamanya. Lebih celaka lagi mereka tidak menyadari bahwa posisi mereka
sudah sangat jauh dari bagian utama itu. Nah, orang tua lah yang
bertugas menarik mereka kembali ke bagian utama, mengingatkan dimana
posisi mereka seharusnya.
Pesan baiknya, Jangan tinggalkan mereka!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar