Kamis, 25 Oktober 2012

Suatu Pagi di Bulan Oktober



Nada khas pesan singkat terdengar  begitu aku masuk kamar. Setelah keypad unlock, ada empat pesan singkat belum terbaca. Pesan paling atas,  dari Ami. Minta diantarkan baju olahraganya yang ketinggalan. Uh… anak ini. Padahal saat berpapasan di kamar depan tadi aku sudah mengingatkannya. Tetap saja kelupaan.  
Tak ada waktu untuk berpikir panjang. Segera kucari baju olahraga berwarna hitam dengan kombinasi kuning itu, kumasukkan dalam tas kresek kecil, ambil helm dan mengeluarkan sepeda motor dari peraduannya. Kulirik jam dinding, jarumnya menunjukkan pukul enam lebih lima menit. Masih ada waktu. Sekolah Ami masuk jam enam lebih empat puluh lima menit. Setidaknya aku butuh waktu duapuluh sampai tigapuluh menit untuk sampai di sana.

Kupacu sepeda motor dengan kecepatan sedang. Sampai di dekat pertigaan Pleret aku melihat beberapa anak berseragam identitas hijau muda-hijau tua beriringan naik sepeda. Seragam itu sama persis dengan seragam yang dikenakan Ami hari ini. Bisa dipastikan mereka satu sekolah dengan Ami. Aku jadi berpikir seandainya mereka kenal Ami, tentu aku bisa menitipkannya baju olahraga Ami. Menanyai mereka yang sedang konsentrasi nggoes sepeda tentu bukang timing yang tepat. Okelah, mungkin di depan sana aku bisa menemukan lagi anak MTs yang bisa dititipi seragam olah raga Ami.
Di bangjo jalan Madura seorang cewek berseragam MTs menyalipku dari belakang, pakai sepeda motor. Tapi penanda waktu di lampu lalu lintas itu teramat singkat. Bukan orang yang tepat. Sampailah aku di bangjo Yonif yang ramai. Semakin banyak anak MTs yang ikutan berhenti karena lampu merah. Tiba-tiba tepat berhenti disebelahku, sepeda motor yang dikendarai seorang bapak membonceng cewek seumuran Ami. Pakai seragam MTs. Kulihat penanda waktu di lampu lalu lintas duapuluh lima.  Kurasa inilah saat yang tepat. Sambil menganggsurkan kepalaku agar dekat dengannya, kupanggil cewek itu.
“Mbak… mbak kelas berapa?”
“Kelas delapan F” jawabnya ragu.
Wah kebetulan sekali. Itu kan kelasnya Ami.
“Temannya Ami yang mbak”
Cewek itu mengangguk. Masih dengan anggukan ragu.
“Nitip baju olahraganya Ami ya mbak. Ini ketinggalan”
Begitu dia mengangguk kuserahkan tas kresek berwarna putih kepadanya.
“Terima kasih ya mbak. Pak saya nitip baju olah raga ke putranya”
Si bapak mengangguk.
“Eh mbak namanya siapa?”
“Maria Ulfa”
Maria Ulfa, aku mengulangi menyebutnya. Sepertinya Ami pernah menyebut nama itu dalam suatu kesempatan.
“Rumahnya Talok ya”
Cewek itu mengangguk.
Kusampaikan terimakasihku sekali lagi.
Lampu hijau menyala. Kuperlambat sepedaku, memberi kesempatan si Bapak untuk mndahuluiku. Aku tidak harus sampai ke sekolah Ami, karena baju olah raga itu sudah dibawa temannya. Sekarang tinggal cari tempat untuk putar balik. Alhamdulillah.

Tak ada sesuatupun yang terjadi di muka bumi ini tanpa kehendakNya.  Berharap  kepadaNya adalah doa dan tak ada doa yang tak didengar olehNya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar