
Rasanya aku harus bertanya kembali pada diriku sendiri, mengapa aku memilih jalan ini. Mengapa aku memilih profesi ini.
gambar diambil dari sini
Aku sendiri, meski akhirnya menjadi PNS, pernah mengalami puluhan tahun menjadi guru honorer. Merasakan betapa kesejahteraan antara guru honorer dan guru berstatus PNS itu seperti bumi dan langit meskipun tanggungjawab mereka sama. Di dalam kelas, saat menjalankan tugas sebagai guru, tak ada bedanya honorer atau PNS.
Disinilah letak kesenjangannya. Seringkali bahkan guru berstatus PNS mempertegas perbedaan ini dengan sikapnya saat bergaul dengan guru honorer. Tidak semua guru PNS begitu, tetapi banyak diantara mereka yang ngobrolin kenaikan gaji atau cairnya tunjangan profesi didepan guru honorer seolah tidak peduli dengan perasaan mereka. Oh pedihnya. Jadi menurutku wajar kalau guru honorer merasa pilu dan tergerak untuk menuntut persamaan kesejahteraan.
Tetapi saat ditodong dengan pertanyaan : prestasi kalian apa? oleh si penulis surat itu rasanya kok jleb gitu. Tak bisa dipungkiri, prestasi itu menjadi tolok ukur kualitas seseorang. Prestasilah yang seringkali "terlihat" dapat mendongkrak kesejahteraan seseorang. Prestasi akan membuat seseorang diperhitungkan, tidak peduli statusnya honorer atau PNS. Sekarang banyak sekolah swasta bermutu yang dapat menggaji tenaga pendidiknya setara gaji PNS atau bahkan melebihinya. Tentu saja sekolah sekolah ini tidak sembarangan menerima guru. Mereka akan selektif dan hanya memilih orang-orang yang berkualitas.
Jadi sebetulnya kalau urusannya kesejahteraan dan kesejahteraan itu diasumsikan dengan gaji, bagi guru-guru honorer yang berprestasi (=berkualitas) tak perlu risau. Guru berprestasi itu pasti guru yang banyak ilmunya. Ilmu itu akan menuntunnya menjadi bijaksana. Dan janji Tuhan kepada umatnya adalah: Dia (Tuhan) akan meninggikan derajat orang yang berilmu.
Berikutnya, surat terbuka itu menyebutkan tentang dharma. "Jadi guru honor itu dharma, miskin adalah resikonya". Waduh kalau ini bahasan tingkat tinggi. Aku yang kerdil nggak cukup ilmu untuk menyampaikan. Aku cukup menyimak saja.
#nulissetiaphari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar