Kalau direnung-renungkan, seringkali munculnya konflik kecil
berubah menjadi besar itu karena ada pihak-pihak yang tidak bisa menahan diri
untuk tidak mencampuri urusan orang lain. Boleh sih kita sebagai penonton menilai
orang lain, tapi kalau sampai masuk ranah ranah yang tidak seharusnya tentu itu
akan sangat berbahaya karena akan memicu permasalahan menjadi lebih besar lagi.
Misalnya ada dua orang berselisih paham. Sebutlah Dian dan
Amira. Karena galau menghadapi perseteruan itu Dian curhat ke sahabatnya, Rosy.
Namanya juga orang yang terlibat, tentu Dian curhatnya yang membenarkan
dirinya. Ya mana ada orang menyalahkan dirinya sendiri. Nah si Rosy ini
terpengaruh dengan curhatan Dian. Ia menilai Amira lah yang salah dalam
perselisihan ini. Selanjutnya Rosy melibatkan diri dalam konflik mereka berdua
dan memposisikan diri sebagai pembela Dian. Konflikpun meluas. Perseteruan Rosy
dengan Amira bisa jadi lebih hebat dari pada perseteruan Dian dan Amira. Selanjutnya konflik yang semula serupa bara menjadi kobaran api yang membakar ketiganya.
Fakta seperti itu sudah sering sekali terjadi di sekitar
kita atau bahkan menimpa diri kita sendiri. Maka sebaiknya kalau mau jadi
penonton ya jadi penonton aja, kecuali kalau anda memang punya wewenang untuk
menjadi hakim diantara keduanya. Misalnya anda seorang atasan atau seorang ahli
hukum. Anda memiliki kekuasaan untuk menghentikan konflik tersebut. Anda diberi
kewenangan untuk menjadi penengah, itu memang tugas anda.
Tapi kalau anda seorang simpatisan, penilaian anda itu
sebaiknya anda simpan dalam hati. Kalau anda menganggap pihak A salah dan pihak
B benar, cukuplah jadikan pelajaran saja. Yang salah gak usah ditiru. Kemudian anda
bisa belajar menemukan kemungkinan-kemungkinan untuk mencegah konflik
serupa agar anda tidak mengalaminya.Itu mungkin lebih baik daripada melibatkan diri dalam pertarungan orang lain.Anda pasti akan terlihat lebih keren.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar