Terdapat satu hukum Tuhan di dunia ini, Yakni barangsiapa
yang takabur dan menyombongkan dirinya, maka niscaya ia akan menjadi makhluk
yang terhina dan dihinakan. Dan barang siapa yang tawadhu dan merendahkan
dirinya, maka niscaya ia akan menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan (Laa
Tahinuu walaa tahzanu: 17)
Dari salah satu buku yang berhasil menarik perhatianku tadi
malam saat berjalan-jalan di TB Gunung Agung, ada kalimat yang sangat menarik
itu. Hukum Tuhan! Tidak tertulis dengan jelas seperti layaknya Undang-undang,
tetapi sangat konsisten dalam kehidupan sehari-hari.
Sombong dan takabur adalah sifat dasar manusia. Perasaan itu ngglibet dalam hati kita setiap saat. Nggak pagi, nggak sore, siang
atau malam.
Merasa diri lebih dari orang lain, itulah kesombongan. Ya
merasa lebih pinter, ya merasa lebih kaya, ya merasa lebih cantik/ganteng,
merasa lebih berpengalaman atau merasa lebih-lebih yang lain. Pokoknya merasa lebih baik deh dari yang
lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, si sombong itu menyebalkan. Ini
mungkin yang dimaksud dengan terhina dan dihinakan. Kenapa si sombong ini menyebalkan?
Pertama, karena si sombong ini selalu memaksa orang lain
untuk memaksa orang lain mengetahui kelebihannya dengan menceritakan kehebatan
mereka. Si sombong akan mengambil alih durasi bicara dan topik pembicaraan. Volume
suaranya selalu lebih keras dari yang lain dan membutuhkan banyak waktu bicara
dibandingkan yang lain. Topik pembicaraan juga yang seputar kelebihan mereka. Karena
ya itu tadi, si sombong sangat bersemangat untuk menceritakan kelebihannya. Saking
semangatnya, sampai-sampai ia nggak sadar kalau teman bicaranya juga butuh
memperkenalkan siapa dirinya dan apa yang ia punya. Siapa yang betah hanya
menjadi pendengar? Siapa yang betah menjadi obyek? Nggak ada. Karena sudah jadi
kodratnya manusia itu ingin diakui keberadaannnya.
Kedua, secara tidak langsung si sombong itu merendahkan orang
lain. Pada saat dia bercerita tentang kehebatan dirinya, seolah-olah dia
mengatakan kepada pendengaranya “kamu gak bisa seperti aku kan”. Meski
kata-kata itu tidak diucapkan tapi setiap pendengarnya akan memahaminya seperti
itu. Nah maka siapa yang suka direndahkan? Tidak ada. Karena sekali lagi setiap
orang ingin mendapat pengakuan dari sesamanya. Itulah sebabnya mengapa kita
suka nek kalau mendengarkan si sombong angkat bicara.
Ketiga, orang sombong hanya menghargai dirinya sendiri. Me too,
Semuanya dilihat dari sudut pandang diri mereka sendiri. Karena ingin eksis
itu sifat dasar setiap manusia, maka lagi-lagi dengan gayanya yang seperti ini
maka orang sombong akan dengan mudah tersingkir dari pergaulan. Terhina dan
dihinakan.
Keempat, sombong itu seringkali tidak rasional. Hanya karena
ingin dilihat/dikira lebih dari yang lain, si sombong sering melakukan tindakan
yang gak masuk akal. Konon sombong ini punya pemantik yang super canggih yaitu
pujian. Sombong dan pujian itu karib banget. Di sentil pujian sedikit saja, si
sombong sudah akan menjadi jadi sehingga sering lupa diri. Bicaranya tambah
ngacau dan seringkali terjebak dalam kebohongan. Nah kebohongan inilah yang
akan menjerumuskan si sombong dalam lembah kehinaan.
Permasalahannya, meski sifat sombong itu sebetulnya milik
Iblis (ingat cerita penciptaan adam dan hawa) tetapi sesuai janjinya, iblis
akan meniupkan sifat itu dalam kehidupan setiap manusia. Tujuannya, agar
manusia menjadi temannya nanti menikmati keganasan api neraka. Sehingga hampir
tidak ada manusia yang tidak memiliki sifat ini, meski dengan kadar yang
berbeda-beda. Ada manusia yang sombongnya dua empat karat alias sempurna. Ada
orang yang kadar sombongnya sedikiiit sekali, sampai-sampai tidak ada yang mengenalinya kecuali dirinya
sendiri.
Nah kita termasuk yang mana ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar