Kami menghadapi masalah. Satu-satunya seterika yang
kami miliki mbegot, nggak mau
menjalankan tugasnya dengan baik. Biarpun sudah dicolok ke arus listrik tetap
saja arusnya gak mau masuk ke elemen, sehingga benda elektronik yang seharusnya
mengubah energi listrik menjadi energi panas itu nggak berfungsi sebagaimana
seharusnya.
“Ouw” teriak Ami sambil menutup
kedua telinganya, seolah-olah hal itu menjadi sebuah bencana besar baginya. Ia memang agak akrab dengan konduktor panas
itu. Masalahnya setiap malam senin, rabu dan jum”at ia selalu menggunakannya
untuk menyeterika seragam. Rupanya dia nggak cukup PD berangkat sekolah dengan
baju kurang licin.
“Tampaknya kita harus beli seterika nih”
kata sambil melirikku.
“Ho…ho. Tidak sekarang anak manis”
kataku sambil sedikit melotot.
“Sudah, bajumu ditindih bantal saja.
Pagi-pagi pasti dijamin licin” seloroh ayahnya yang langsung disambut dengan
cemberut.
“Pinjam mbak Umi” katanya menjawab
pertanyaanku, punya siapa seterika itu.
Selanjutnya ia sudah tenggelam dengan setumpuk baju dan memulai
aktifitasnya: seterika.
Rupanya Ami memilih solusi dengan
cara menyeterika semua seragamnya sekaligus dengan seterika pinjaman itu. Tentu hal itu membuatnya agak sulit. Dia
harus berlama-lama duduk menyeterika beberapa bajunya. Biasanya ia seterika
malam hari menjelang seragam barunya dipakai.
Mungkin dia berpikir itu lebih baik ketimbang harus menindih bajunya
diatas bantal dengan resiko kelicinan bajunya tak bisa dipertanggungjawabkan.
Atau s`ngat tidak mungkin ia setiap dua hari sekali pinjam seterika tetangga
untuk mempertahankan penampilannya. Atau
juga sangat tidak mungkin merengek-rengek minta dibelikan seterika saat itu
juga.
Kupikir ide Ami untuk menyelesaikan
masalah itu cukup cerdas juga. Tidak cengeng dan lumayan jitu. Artinya
masalah terselesaikan dengan baik dan justru berdampak positif karena dapat
menyelesaikan beberapa masalah lain. Waktu belajarnya jadi tidak terpotong
untuk seterika.
@@@
Kurang lebih enam atau tujuh tahun
yang lalu.
Kiki adalah makhluk yang paling
tidak bisa bangun pagi. Setiap pagi, suara ribut-ribut di rumah adalah urusan
membangunkan makhluk bernama kiki.
Berbagai cara sudah kucoba. Mulai dari menggoyang-goyangkan tubuhnya
dengan lembut, menarik selimutnya, memukul kakinya dengan sapu kasur sampai
mengguyurnya dengan air. Padahal ia harus berkejaran dengan angkutan umum yang
berangkat pagi-pagi sekali. Angkutan umum untuk menuju sekolahnya lewat jam 05.30. Bila ia ketinggalan angkutan
umum itu, ia akan diturunkan di pertigaan yang jaraknya cukup jauh dari
sekolahnya. Tapi lagi-lagi dasar si
Kiki, ancaman itupun tak membuatkan kapok. Aku benar-benar geram
dibuatnya.
Kebiasaan yang kurang baik itu
pernah membuatnya hampir “celaka” Suatu
pagi, karena tergesa-gesa ia lupa membawa mukena. Padahal membawa benda itu hukumnya wajib di sekolah
Kiki. Begini cerita Kiki:
Aku
baru menyadari kalau aku lupa bawa mukena setelah colt yang aku tumpangi
berjalan. Aku sangat panik. Terbayang dibenakku bagaimana Tatib akan menodongku
dengan serentetan pertanyaan kemudian menghukumku. Hi…. Ngeri sekali
membayangkan hukuman yang bakal aku terima. Tapi aku nggak bisa apa-apa. Nggak
mungkinlah aku kembali ke rumah untuk ambil mukena. Terhindar dari hukuman lupa
bawa mukena aku nanti justru akan kena hukuman karena terlambat. Akupun
berpikir keras. Bagaimana caranya aku lolos dari hukuman. Setelah berpikir
sangat keras, tiba-tiba muncul ide. Pinjam mukena. Tapi pinjam siapa. Semua
orang pasti menggunakan mukena itu. Teman yang nggak sholat karena berhalangan
pasti sengaja tidak membawanya dari rumah. Siapa ya yang bisa dipinjam
mukenanya? Bu Kantin!! Ya pinjam bu Kantin.
Caranya? Harus dipikirkan.
Saat
sholat dluha, aku ke kantin. Awalnya aku bingung bagaimana harus memulainya.
Ide berikutnyapun muncul. Beli kue. Kusengaja berlama-lama memilih kue.
Kemudian kuberanikan diri untuk minta ijin bu Kantin, pinjam mukena dengan
takut-takut. Eh si ibu kantin itu nggak keberatan. Akhirnya aku sholat dluha
dengan mukena ibu kantin. Agak risih sih, soalnya mukena ibu kantin agak bau.
Tapi itu lebih baik karena aku jadi terbebas dari hukuman.
Kiki sudah berhasil menyelesaikan
masalahnya dengan lumayan OK.
@@@
Dalam hidup ini kita memang sering
(bahkan selalu) berhadapan dengan masalah.
Setiap masalah itu menuntut solusi atau jalan keluar. Sebetulnya ada
banyak pilihan untuk menyelesaikan masalah itu.
Ada penyelesaian yang instan, ada
juga penyelesaian yang agak berbelit.
Ada solusi cerdas ada solusi nggak cerdas.
Menghadapi masalah seterika yang ngadat, misalnya, mungkin bisa diselesaikan dengan cara membeli
yang baru. Cara instan seperti itu tidak
perlu mikir. Asal punya duit, masalah selesai. Tetapi kita kan tidak selalu
berada pada kondisi menguntungkan
seperti itu. Nah kalau kita sedang gak
punya duit bagaimana? Putar otak kan?
Berpikir keras kan?
Semakin jauh perjalanan kita semakin kompleks masalah yang akan kita
hadapi.Cengeng adalah kata lain dari mengandalkan uluran tangan orang lain
untuk menyelesaikan masalah kita.
Padahal setiap orang mempunyai masalahnya sendiri-sendiri. Setiap or`ng
sibuk mencari solusi untuk menyelesaikan masalahnya. Mengandalkan mereka untuk menyelesaikan
masalah kita berarti kita membebankan tanggungjawab kita kepada mereka. Betapa tidak berartinya kita, mengurusi diri
sendiri saja tidak bisa. Mengapa kita
tidak berlatih untuk mandiri. Mencari solusi cerdas untuk setiap masalah yang
kita hadapi. Kalau orang lain bisa melakukannya, mengapa kita tidak. Kita hanya
perlu berlatih berpikir. Bukankah Allah sudah membekali setiap kita dengan computer
super canggihNya. Komputer canggih itu
bernama Otak. Kita tinggal menggunakannya. Tanpa bayar lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar