Awalnya aku hanya geram karena sms dan wa ku nggak direspon Kiki.
Secara, dia anakku dan aku ibunya. Boleh donk aku merasa berhak dapat
berkomunikasi dengannya. Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya. Aku ingin
memastikan ia dalam keadaan baik baik saja. Masih termasuk kategori wajar kan.
Yoi... sangat wajar.
Karenanya, Ami dengan
sukarela mengaktifkan aplikasi itu dan
sekaligus mengajariku. Seperti di awal aku katakan, aplikasi BBM ini tujuan
utamanya adalah menjalin komunikasi yang efektif dengan Kiki.
Singkat cerita, terpasanglah aplikasi BBM di androidku. Ami adalah
kontak pertamaku. Kemudian Kiki. Gak asyik juga cuma punya dua kontak. Mulailah
melebarkan sayap. Invite beberapa orang , dan.... akupun mulai akrab dengan
nada deringnya yang khas.
Salah satu dari kontakku adalah Tia San San. Perempuan muda berperawakan
kecil dan berkulit bersih. (Iyalah, dia
kan chines).
Perkenalanku dengan San San terbilang unik. Kami bertemu disebuah toko
yang menjual perlengkapan craft. Dia penjual dan aku pembeli. Ceritanya waktu
itu aku belanja perelengkapan untuk proyekku. Semenjak menekuni rajut aku
memang jadi pemburu benang.
Menurutku dia penjual yang berbeda dari yang lain. Dia terlihat antusias
sekali dengan proyekku yang setengah jadi. Kelihatan deh kalau dia mupeng. Dia
pegang-pegang rajutanku. Dia tanya aku pakai benang apa. Habis berapa gulung,
berapa lama aku mengerjakan dan aku menjualnya dengan harga berapa.
Wah ini sungguh sebuah penghargaan bagiku. Aku yang pemula di dunia
rajut, di respon sebegitu rupa ya ge er sekali. Proyekku masih standar banget
dan dia bilang : bagus ini bu, bagus. Pakai dipegang-pegang segala. Sampai
sampai karyawannya ikut ikutan memuji proyekku.
Sejak saat itu, aku jadi rajin datang ke tokonya. Biarpun tokonya sempit dan harus sedikit
ngantri untuk mendapat pelayanan tapi aku enjoy aja. Setiap kali ke sana aku
sengaja membawa proyek setengah jadiku. Modus sih, pengen menunjukkan aja ke
San San. Hiks, biar dia semakin mupeng. (Sori ya San. Jangan marah kalau baca
tulisan ini)
Sampai suatu siang aku mendapat sms darinya. Dia pesan tas rajut ke
aku. Bagiku ini surprise ya. Tapi aku
sempat gamang begitu lihat gambar tas yang diinginkan. Meski itu hanya full dc
dan sc tapi model tasnya ini sedikit ribet. Terdiri dari beberapa potong yang
harus disambung. Aku belum pernah
membuat sebelumnya. Bisa nggak ya? Diterima nggak ya? Kalau ditolak sayang
juga. Kenapa tidak dicoba dulu. Ayolah kawan. Kamu pengen dapat order dan
sekarang benar-benar sudah dapat. Kenapa di tolak? Kamu selalu katakan kepada
semua orang untuk mencoba sebelum menyerah. Hayo jangan cuma bisa ngomong
doang. Buktikan!
Ok aku terima. Bismillah.
Aku menyelesaikan tas itu setelah berjuang keras terutama saat
menyambung bagian sisi sisinya. Segera kuberitahu dia setelah aku menyelesaikan
pekerjaanku.
Jujur ya, aku nggak PD dengan proyekku kali ini. Rasanya kurang rapih.
Sepertinya ini adalah order pertama sekaligus order terakhirnya. Eh tapi nggak ternyata. Ia pesan lagi untuk
cecenya. Padahal tas pertamanyapun belum aku antar. O la la. Ceroboh amat nih
orang, pikirku kala itu. Orderan pertama saja belum tentu memuaskan sudah order
lagi.
Whatever will be will be. Aku ikuti saja maunya. Bahkan ketika dia
minta aku merajut huruf yang membentuk namanya “SAN” yang sebelumnya juga belum
pernah aku lakukan, aku sanggupi. Dia emang banyak maunya, tapi bagiku itu sebuah
tantangan. Kalau dipikir-pikir, mungkin
aku nggak akan pernah mencoba yang sulit-sulit kalau nggak dapat orderan sulit.
Ya kan? (mengubah masalah jadi tantangan)
Saat aku mengirimkan tas rajut pertama, hatiku dag dig dug. Aku bahkan
berjanji untuk tidak berlama lama di toko itu agar tidak ngenes lihat wajah
kecewanya. Dalam benakku, beberapa hari
kemudian pasti dia akan menyampaikan komplain
atau bahkan membatalkan order keduanya.
Ternyata tidak. Yang kuterima
justru pesannya yang berbunyi: bu aku suka lo sama tas yang ibu buat, ada
namaku soalnya.
Oh my God. Ini sungguh membahagiakan.
Meskipun begitu aku belum sepenuhnya percaya. Baru setelah ia selalu tampil bersama tas itu di beberapa fotonya
aku percaya. Semoga ia tulus.
Hari hari berikutnya, tanpa aku sadari, kami sudah seperti sahabat
lama. BBM menjadi komunikasi utama kami.
Di sela-sela kegiatan, malam menjelang tidur dan bahkan pagi buta saat
kami baru bangun tidur. Aku hampir bisa memastikan waktu waktu kuterima dering
BBMnya.
Awalnya obrolan kami memang berkutat dengan benang dan rajutan. Tapi lama kelamaan kami terlibat
dalam banyak hal.
“Aku ngerasa klik lo bu sama kamu” katanya suatu ketika. Ah bahasa anak
muda, ada ada saja. Dia memanggilku dengan sapaan semaunya. Kadang panggil aku
kamu kadang panggil aku pean, sampean bahkan beberapa kali penjenengan. Telingaku sih fine-fine saja menerima sapaan itu.
Usia kami terpaut jauh banget. Tapi
nyambung aja. Secara kebetulan kami sama
sama penyuka kimia. Dia seorang apoteker
dan aku guru kimia. Nyambung kan. Kami juga sama sama suka rajut. Bedanya
dia menikmati karya aku menikmati membuat karya. Bentuk
“klik” kami yang lain, aku suka mendengar ceritanya dan (katanya) dia juga suka
mendengar ceritaku. Rupanya kami sama sama terlahir sebagai makhluk yang hobi
bercerita.
Dialah Tia San San, sahabat baruku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar