Rabu, 25 Maret 2015

AKU DAN KAMU, SAN SAN




Awalnya aku hanya geram karena sms dan wa ku nggak direspon Kiki. Secara, dia anakku dan aku ibunya. Boleh donk aku merasa berhak dapat berkomunikasi dengannya. Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya. Aku ingin memastikan ia dalam keadaan baik baik saja. Masih termasuk kategori wajar kan.

Yoi... sangat wajar.   

Karenanya, Ami dengan sukarela mengaktifkan aplikasi itu dan sekaligus mengajariku. Seperti di awal aku katakan, aplikasi BBM ini tujuan utamanya adalah menjalin komunikasi yang efektif dengan Kiki.

Singkat cerita, terpasanglah aplikasi BBM di androidku. Ami adalah kontak pertamaku. Kemudian Kiki. Gak asyik juga cuma punya dua kontak. Mulailah melebarkan sayap. Invite beberapa orang , dan.... akupun mulai akrab dengan nada deringnya yang khas.


Salah satu dari kontakku adalah Tia San San. Perempuan muda berperawakan kecil dan berkulit bersih. (Iyalah,  dia kan chines).

Perkenalanku dengan San San terbilang unik. Kami bertemu disebuah toko yang menjual perlengkapan craft. Dia penjual dan aku pembeli. Ceritanya waktu itu aku belanja perelengkapan untuk proyekku. Semenjak menekuni rajut aku memang jadi pemburu benang.

Menurutku dia penjual yang berbeda dari yang lain. Dia terlihat antusias sekali dengan proyekku yang setengah jadi. Kelihatan deh kalau dia mupeng. Dia pegang-pegang rajutanku. Dia tanya aku pakai benang apa. Habis berapa gulung, berapa lama aku mengerjakan dan aku menjualnya dengan harga berapa.

Wah ini sungguh sebuah penghargaan bagiku. Aku yang pemula di dunia rajut, di respon sebegitu rupa ya ge er sekali. Proyekku masih standar banget dan dia bilang : bagus ini bu, bagus. Pakai dipegang-pegang segala. Sampai sampai karyawannya ikut ikutan memuji proyekku.

Sejak saat itu, aku jadi rajin datang ke tokonya.  Biarpun tokonya sempit dan harus sedikit ngantri untuk mendapat pelayanan tapi aku enjoy aja. Setiap kali ke sana aku sengaja membawa proyek setengah jadiku. Modus sih, pengen menunjukkan aja ke San San. Hiks, biar dia semakin mupeng. (Sori ya San. Jangan marah kalau baca tulisan ini)

Sampai suatu siang aku mendapat sms darinya. Dia pesan tas rajut ke aku. Bagiku ini surprise ya.  Tapi aku sempat gamang begitu lihat gambar tas yang diinginkan. Meski itu hanya full dc dan sc tapi model tasnya ini sedikit ribet. Terdiri dari beberapa potong yang harus disambung.  Aku belum pernah membuat sebelumnya. Bisa nggak ya? Diterima nggak ya? Kalau ditolak sayang juga. Kenapa tidak dicoba dulu. Ayolah kawan. Kamu pengen dapat order dan sekarang benar-benar sudah dapat. Kenapa di tolak? Kamu selalu katakan kepada semua orang untuk mencoba sebelum menyerah. Hayo jangan cuma bisa ngomong doang. Buktikan!

Ok aku terima. Bismillah.

Aku menyelesaikan tas itu setelah berjuang keras terutama saat menyambung bagian sisi sisinya. Segera kuberitahu dia setelah aku menyelesaikan pekerjaanku.

 Jujur ya, aku nggak PD dengan proyekku kali ini. Rasanya kurang rapih. Sepertinya ini adalah order pertama sekaligus order terakhirnya.  Eh tapi nggak ternyata. Ia pesan lagi untuk cecenya. Padahal tas pertamanyapun belum aku antar. O la la. Ceroboh amat nih orang, pikirku kala itu. Orderan pertama saja belum tentu memuaskan sudah order lagi.

Whatever will be will be. Aku ikuti saja maunya. Bahkan ketika dia minta aku merajut huruf yang membentuk namanya “SAN” yang sebelumnya juga belum pernah aku lakukan, aku sanggupi. Dia emang banyak maunya, tapi bagiku itu sebuah tantangan.  Kalau dipikir-pikir, mungkin aku nggak akan pernah mencoba yang sulit-sulit kalau nggak dapat orderan sulit. Ya kan? (mengubah masalah jadi tantangan)

Saat aku mengirimkan tas rajut pertama, hatiku dag dig dug. Aku bahkan berjanji untuk tidak berlama lama di toko itu agar tidak ngenes lihat wajah kecewanya.  Dalam benakku, beberapa hari kemudian pasti dia akan menyampaikan  komplain atau bahkan membatalkan order keduanya.

Ternyata  tidak. Yang kuterima justru pesannya yang berbunyi: bu aku suka lo sama tas yang ibu buat, ada namaku soalnya.

Oh my God. Ini sungguh membahagiakan.  Meskipun begitu aku belum sepenuhnya percaya. Baru setelah  ia selalu tampil bersama tas itu di beberapa fotonya  aku percaya. Semoga ia tulus.

Hari hari berikutnya, tanpa aku sadari, kami sudah seperti sahabat lama. BBM menjadi komunikasi utama kami.  Di sela-sela kegiatan, malam menjelang tidur dan bahkan pagi buta saat kami baru bangun tidur. Aku hampir bisa memastikan waktu waktu kuterima dering BBMnya.  

Awalnya obrolan kami memang berkutat dengan benang dan  rajutan. Tapi lama kelamaan kami terlibat dalam banyak hal.

“Aku ngerasa klik lo bu sama kamu” katanya suatu ketika. Ah bahasa anak muda, ada ada saja. Dia memanggilku dengan sapaan semaunya. Kadang panggil aku kamu kadang panggil aku pean, sampean bahkan beberapa kali penjenengan.  Telingaku sih  fine-fine saja menerima sapaan itu.  

Usia kami terpaut jauh banget.  Tapi nyambung aja.  Secara kebetulan kami sama sama penyuka kimia. Dia seorang apoteker  dan aku guru kimia. Nyambung kan. Kami juga sama sama suka rajut. Bedanya dia menikmati karya aku menikmati membuat karya.   Bentuk “klik” kami yang lain, aku suka mendengar ceritanya dan (katanya) dia juga suka mendengar ceritaku. Rupanya kami sama sama terlahir sebagai makhluk yang hobi bercerita.

Dialah Tia San San, sahabat baruku.  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar