Jumat, 05 April 2013

Awas Bahaya Penyakit Ekskusitis



Pertama kali mengenal nama penyakit ini, rasanya aneh. Ekskusitis. Berasal dari kata excuse me. Tahu sendiri kan arti dari kata itu dalam bahasa Indonesia. Ekskusitis ditengarai sebagai suatu penyakit mental. Penderitanya adalah mereka yang cenderung memaklumkan  kekurangmampuannya. 
Pernahkah anda mendengar orang mengucapkan kalimat-kalimat seperti di bawah ini:
“Tentu saja aku tidak mendapatkan nilai sebagus dia, karena kesempatanku untuk belajar tidak secukup kesempatan yang dia miliki”
“Tentu saja dia berhasil, orangtuanya kan kaya”
“Kalau saja aku seperti dia, aku pasti akan sehebat dia. Bahkan mungkin lebih hebat dari dia”
“Gak heran kalau kamu bisa datang lebih pagi, anak-anakmu kan sudah besar”
“Pantas saja tugasnya sempurna, ia punya lebih banyak waktu untuk menyelesaikannya dari aku”
“Ah aku terlalu tua untuk melakukan semua itu”
“Aku kalah karena dia lebih berpengalaman dariku”

Mereka (atau mungkin bahkan anda sendiri) yang acap kali mengucapkan kalimat-kalimat seperti itu atau senada dengan itu adalah penderita ekskusitis. Kalimat-kalimat itu mereka ucapkan (sebetulnya) hanya untuk menyembunyikan diri dari ketidakmampuan.  Mereka adalah orang-orang lemah tetapi ingin terlihat kuat. Mereka tidak mampu melakukan sesuatu tetapi tidak suka orang melihat ketidakmampuannya.  Ketika kalimat itu mereka ucapkan mereka mengharapkan orang lain memakluminya.  Dan bila orang lain sudah memakluminya maka dirinya merasa  diri mereka adalah orang-orang “kuat”
Tetapi benarkah begitu? Tentu saja tidak. Meski seisi dunia ini mengangguk-angguk tanda setuju, sebetulnya mereka tetaplah orang-orang yang lemah. Mereka akan berjalan ditempat dimana mereka berada. Tempat yang mereka anggap nyaman tetapi sebetulnya sangat menyesatkan.  Karena tempat itu mengungkung diri mereka sehingga mereka tak pernah tumbuh.
Mari kita simak kisah di bawah ini,
Hani adalah seorang karyawan senior  di perusahaan yang sedang berkembang. Dia bekerja di bagian administrasi. Kedudukan dan masa kerjanya yang sudah lumayan lama membuat dia merasa sudah cukup berpengalaman dalam melakukan banyak tugas.  Beberapa kali atasannya menyarankan agar Hani meningkatkan kemampuannya di bidang IT. Tetapi Hani selalu menolak. Alasannya, selama ini semua berjalan baik-baik saja dengan kemampuan yang dimilikinya.
Suatu ketika atasan Hani memutuskan untuk merekrut tenaga kerja baru. Usianya terpaut beberapa tahun lebih muda dari Hani. Pegawai baru ini bernama Dina. Berbeda dengan Hani, Dina ini mempunyai sifat terbuka dan senang belajar.  Setiap kali mendapatkan tugas yang sulit, Dina selalu bersemangat dan menganggapnya sebagai suatu tantangan.  Ia berusaha melakukan semua tugasnya dengan baik. Ia juga berusaha mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tugasnya.
Ketika, beberapa karyawan lain merespon positif usaha Dina, Hani menanggapi dengan cibiran dan ucapan,”Tentu saja dia bisa melakukan semua itu. Dia kan belum punya anak, tidak seperti aku yang setiap hari diributkan dengan urusan anak. Gak usah dilebih-lebihkan lah. Bukan sesuatu yang hebat kok”
Dalam ilustrasi di atas, Hani adalah penderita ekskusitis. Ia berusaha menutupi kelemahannya dengan mengajukan  dalih anak. Padahal seandainya ia berada pada kondisi Dina sekalipun belum tentu (bahkan sangat kecil kemungkinannya) ia akan berbuat seperti apa yang diperbuat Dina. Yang lebih parah lagi, pikiran Hani akan disibukkan untuk mencari dalih-dalih lain untuk menutupi kelemahannya itu. Maka hari-harinya tidak akan nyaman. Sementara  kehiudpan masih terus akan bergerak dan mengabaikan dalih-dalih Hani. Bila ada orang yang menyangkal dalihnya, Hani akan semakin bekerja keras untuk menemukan dalih baru yang lebih ampuh lagi. Sementara bila ada orang yang sependapat dengan dalihnya, Hani akan puas.  Hani tidak menyadari bahwa apapun pendapat orang tentang dalihnya (setuju atau tidak) Hani tetaplah orang yang lemah. Dia akan semakin terpuruk dengan kelemahannya. 
 Kalau dipikir-pikir, kasihan memang para penderita ekskusitis ini. Mereka menyakiti diri sendiri tanpa mereka sadari. Maka, waspadailah penyakit ini. Sebelum semuanya terlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar