Jumat, 22 Februari 2013

Mengapa Harus Taat Aturan?




Kejadian hari ini mengingatkanku pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Saat itu aku adalah seorang pengajar di sebuah Madrasah Aliyah swasta. Hari itu aku duduk berhadapan dengan salah seorang siswa di ruang tamu sekolah. Dia menghadangku dan memaksa untuk “berbicara”  tentang sesuatu hal. Dari pantulan rona di wajahnya aku merasa bahwa siswa ini memendam kejengkelan yang super hebat.
“Saya mohon sekolah ini mempertimbangkan hukuman untuk  Khoirul, siswa kelas III IPS!” katanya dengan suara direndah-rendahkan.
“Kelas III IPS berarti teman satu kelasmu. Siswa yang mendapat hukuman adalah siswa yang melanggar tata tertib.  Pertimbangan seperti apa yang kamu maksud?”
Siswa yang disebutkan itu adalah siswa yang selalu terlambat. Sesuai dengan tata tertib yang berlaku siswa yang terlambat akan mendapat hukuman dari Sie Tatib.
“Saya mohon, Khoirul dibebaskan dari hukuman?”
“Mengapa? Semua siswa yang terlambat mendapatkan hukuman yang sama. Fungsi hukuman itu adalah menyadarkan mereka akan kesalahan yang  mereka lakukan”
“Untuk Khoirul saja bu, saya mohon dipertimbangkan”

Selanjutnya pembicaraan itu menjadi sebuah perdebatan yang cukup sengit. Rodli, nama siswa yang menghadap saya pagi itu meminta sekolah membebaskan Khoirul dari hukuman karena alasan keterlambatan khoirul adalah alasan yang layak untuk dipertimbangkan. Khoirul ini menjadi tulang punggung ekonomi keluarganya. Pekerjaannya setiap pagi adalah mengambil nira dari pohon kelapa. Pekerjaan itu baru selesai jam 07.00. Jadwal itu sudah pasti. (Aku baru tahu bahwa pengambilan nira yang tidak konsisten mempengaruhi jumlah dan kualitas nira yang dihasilkan). Itu sebabnya Rodli bersikukuh memintakan perlakuan istimewa untuk Khoirul. Ia berdalih, alasan keterlambatan Khoirul ini lebih bisa dimaklumi daripada alasan keterlambatan siswa-siswa yang lain.
“Di sekolah ini tidak ada diskrimasi. Aturannya jelas siapa yang melanggar tata tertib akan mendapatkan sangsi. Khoirul sedang belajar tentang bagaimana menempatkan diri pada sistim yang di dalamnya ada aturan. Dia sedang belajar  taat aturan.  Yakinlah bahwa Khoirul akan baik-baik saja”
Rodli keluar ruangan dengan muka masam. Dia adalah sahabat Khoirul yang ingin memperjuangkan sahabatnya, meski Khoirul sendiri (sahabat yang diperjuangkannya itu) “nyaman-nyaman” saja. Setidaknya sampai mereka menyelesaikan studi di Madrasah itu Khoirul tidak pernah komplain dengan hukuman yang dijalaninya setiap pagi.
Hari ini, kami kedatangan orangtua siswa istimewa. Kukatakan istimewa karena dia adalah pelanggan Sie Tatib kami. Tingkat ketidakhadirannya tanpa keterangan sangat tinggi. Keaktifannya di kelas saat menerima pelajaranpun sangat rendah. Dia (sebut saja Oky) seperti tidak punya motivasi untuk belajar. Kalaupun dia hadir di kelas dia hanya tidur atau bengong saja. Banyak nilai yang kosong, baik nilai tugas, nilai praktek maupun nilai ulangan. Terakhir, saat  praktek kerja industripun Oky sering sekali tidak masuk. Ketidakhadirannya selama hampir dua bulan ini saja sudah 16 kali, dengan alasan “MALAS”. 
Kedatangan orang tua Oky ke sekolah adalah untuk memohon agar “kesalahan” Oky dimaklumi. Jika Oky mendapatkan sangsi, mereka memohon sangsi itu diperingan. Syukur-syukur ditiadakan. Mereka melakukan itu dengan berbagai cara. Mulai dari berbicara dengan nada rendah sampai berbicara dengan nada tinggi atau marah-marah.
Kurasa ini adalah masalah pembelajaran hidup. Hal yang tak bisa dipungkiri oleh siapapun adalah bahwa di setiap keadaan dan dimanapun kita berada kita selalu dihadapkan pada aturan. Salah satu kriteria dari daya hidup (kemampuan untuk bertahan hidup) adalah kemampuan kita untuk bersahabat dengan aturan. Ada  hukum alam yang berlaku secara konsisten, bahwa siapa yang tidak taat aturan akan tertolak.  Ini mungkin sejalan dengan  yang kita pelajari  di SD dulu tentang ciri-ciri makhluk hidup. Salah satu ciri makhluk hidup adalah: Adaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dalam kehidupan sosial, lingkungan ini bisa dimaknai sebagai tata aturan.  
Aku melihat disinilah banyak orang tua melakukan kesalahan fatal. Dengan dalih kasih sayang, mereka tidak mengajarkan kepada anak-anak mereka untuk  bersahabat dengan aturan (baca: taat aturan).  Sebaliknya tanpa mereka sadari justru mereka mengajarkan kepada anak-anak mereka  bagaimana mengelabui aturan agar seolah-olah  terhindar dari masalah.
Orangtua Oky hanyalah salah satu dari sekian banyak orang tua yang tidak menyadari kesalahannya.  Beberapa waktu yang lalu kami dihebohkan oleh surat ijin seorang siswa. Dari berbagai sumber kami mendapat informasi bahwa siswa tersebut tidak masuk karena pergi ke suatu tempat untuk bersenang-senang. Tetapi surat ijin yang disampaikan ke sekolah adalah surat ijin dengan alasan sakit. Surat itu ditandatangani oleh orangtuanya sendiri. Ketika dilakukan klarifikasi kepada siswa yang bersangkutan, siswa tersebut mengaku bahwa ketidak hadirannya disekolah bukan karena sakit tetapi karena main.  Dan ketika orangtua diminta datang ke sekolah  untuk dimintai keterangan, beliau bersikukuh mengatakan bahwa putranya tidak masuk sekolah karena sakit.  
Orangtua ini ingin membersihkan catatan kehadiran anak mereka dari status alpa. Jumlah alpa tertentu bisa menentukan nilai kepribadian siswa dan bisa menghambat mereka untuk naik tingkat atau naik kelas. Di kesempatan lain ada orangtua yang datang ke sekolah untuk memberikan penjelasan panjang lebar mengapa putranya melakukan pelanggaran. Tujuannya  adalah agar anak mereka tidak mendapatkan sanksi dari sekolah.
Tampaknya orang tua ini terlalu berlebihan mengkhawatirkan keadaan anaknya. Mereka tidak memahami esensi dari sanksi yang diberikan kepada anak-anak saat mereka melakukan pelanggaran tata tertib. Bila dilihat secara fisik, sanksi ini memang membuat si penerima sanksi menjadi tidak nyaman. Tetapi dibalik pemberian sanksi ini ada tujuan yang ingin dicapai, yaitu penyadaran diri akan status  mereka sebagai bagian dari kehidupan sosial.  (Pada usia tertentu pemahaman salah-benar diperoleh dari adanya sanksi/penghargaan).   
 Anda bisa bayangkan, pelajaran apa yang akan diperoleh oleh anak-anak yang mendapatkan over protective  dari orangtuanya.  Dia akan menjadi orang yang selalu bersembunyi dibalik bayang-bayang orangtuanya, tidak memiliki rasa percaya diri, mudah menyerah dan tidak bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Saat orang tua mereka masih ada, mereka nyaman. Tetapi setelah orangtua mereka tidak ada atau mereka hidup jauh dari orangtua, maka mereka lemah.
Jika anda para orangtua, anda akan menderita bila suatu ketika, saat anda lemah,  anda masih harus menyaksikan putra kesayangan anda lebih  lemah dari anda,  terpuruk dan tidak bahagia. Ketidakbahagiaan itu disebabkan karena daya hidup mereka lemah.
Jika anda para orangtua mana yang menjadi pilihan anda, menyaksikan ketidaknyamanan putra anda di masa mudanya (karena tempaan)  atau menyaksikan penderitaan putra anda dimasa tua mereka karena mereka tidak punya kekuatan menghadapi kesulitan  hidupnya?. Sebelum semuanya terlambat, tentukan pilihan anda, sekarang juga!

 
Bacaan yang direkomendasikan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar