Ups… menjual
diri!! Human Trafficking donk. Nanti dulu.
Menjual diri yang ini bukan menjual diri yang berkonotasi negatif, tapi
positif. Kok bisa?
Pada dasarnya
setiap orang itu ingin eksis. Ingin diakui oleh siapapun. Tidak ingin diremehkan
apa lagi dipandang sebelah mata. Contoh konkritnya ketika ketika berbicara,
menyampaikan sesuatu. Kita pasti ingin orang mendengar apa yang kita bicarakan.
Bahkan tidak hanya sekedar mendengarkan, kita ingin orang lain merespon apa
yang kita katakan. Bila kita bicara dan orang lain mengabaikannya maka sungguh
kita akan merasa sangat kecewa.
Bila kita
mencermati lingkungan kita, kita akan melihat ada dua jenis manusia. Yaitu
manusia yang selalu “terpakai” dan manusia yang “tak terpakai”. Aduh, dari tadi
istilahnya kok seram-seram begitu sih. Santai brow. Itu Cuma istilah. Agak
pedes emang. Tapi diujungnya pasti gurih. Makanya, simak deh sampai habis.
OK. Balik lagi
sama jenis orang “terpakai” dan orang “tak terpakai” tadi. Dalam tulisan ini
yang dimaksud orang “terpakai” adalah orang yang selalu terlibat dalam
kegiatan. Untuk urusan kampung dia terlibat. Yang jadi Bandar arisanlah, jadi
panitia peringatan tujuh belas Agustus atau jadi panitia hajatan tetangga. Di
organisasi, ia juga terpakai. Dalam rapat ia diberi kesempatan untuk
menyampaikan pendapat dan orang akan dengan cermat mendengarkan apa yang
dikatakannya. Wah nggak gampang itu. Dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.
Sementara orang
“tak terpakai” justru kebalikannya. Ia jarang sekali terlibat dalam kegiatan.
Ia jarang mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan siapa dirinya. Bahkan saat
bermusyawarahpun, orang tidak berkenan merespon pendapatnya. Pendek kata, orang
emoh bener pakai dirinya. Maksudnya emoh pakai pemikirannya, emoh pakai
pendapatnya dan emoh juga menjadikannya sebagai bagian dari tim mereka.
Kebayang deh. Pasti nggak enak jadi orang jenis ini. Serasa diri tak berguna.
Kalau disuruh
milih pasti kita akan memilih orang yang jenis pertama, “terpakai”. Mau jadi orang jenis pertama ini? Kalau ingin
jadi orang jenis ini kita harus pandai-pandai mengenali cirinya. Harapannya
tentu kita bisa memposisikan diri menjadikan diri kita menjadi orang jenis
pertama ini.
Ciri pertama
orang ini adalah: suka dan mudah belajar.
Ia bukan orang
yang pasif, yang bekerja hanya bila mendapatkan instruksi yang jelas. Ia selalu ingin tahu apa yang ia belum tahu.
Ia mencari informasi dari berbagai sumber untuk mendukung pekerjaannya. Bila ia
mendapati kesulitan dalam menjalankan tugas, tidak tidak berputus asa. Ia akan
terus dan terus belajar untuk meningkatkan kemampuan yang ia miliki.
Ciri yang
kedua, bertanggungjawab.
Bila ia
mendapatkan tugas, ia berusaha melaksanakan sebaik-baiknya. Targetnya adalah mendapatkan hasil terbaik,
tak peduli apapun yang harus dilakukannya dan tak peduli ia mendapatkan upah
berapa. Bertanggungjawab juga berarti siap menghadapi resiko apapun dari tugas
yang diterimanya. Ibarat pedagang, ia siap menanggung kerugian. Wah, siapa mau
rugi? Ya ini, orang jenis pertama ini!
Ciri yang
ketiga, super hero.
Kok super hero?
Hero itu kan pahlawan. Ya begitulah. Orang jenis pertama ini benar-benar super
hero alias pahlawan. Bukan sok pahlawan lo, tapi emang bener-bener pahlawan.
Pahlawan itu ibarat penyelamat. Orang jenis pertama ini suka sekali menjadi
penyelamat. Mengubah keadaan genting dan sulit menjadi ……Tiiiiiiing! Selamat deh.
Seperti dalam
film-film itu. Masalah datang. Pelik
sekali. Kesini mentok. Ke sana mentok.
Pakai cara ini gagal. Pakai cara itu gak berhasil. Pokoknya sulit sekali dicari
jalan keluarnya. Eh muncullah orang jenis pertama ini. Ia menyampaikan idenya
untuk menyelesaikan masalah pelik yang sedang dihadapi. Dan ide itu masuk akal. Ide itu dapat
dilakukan. Ide itu mencerahkan, membuka wawasan orang-orang disekitarnya.
Sama seperti
seorang penjual yang ingin dagangannya laku maka ia harus menawarkan
dagangannya. Kita juga. Kalau kita ingin diri kita laku dalam arti banyak orang yang mencari kita untuk memberi
pekerjaan (sumber pendapatan) maka juallah
diri kita dengan tiga ciri di atas. Suka dan mudah belajar, bertanggungjawab
dan menjadi super Hero bagi lingkungan.
Emang, hanya
tiga ciri itu yang bisa membuat kita laku? Tentu saja masih banyak yang lain.
Tetapi memulainya dengan tiga ciri itu tentu bukanlah langkah yang salah.
Bukankah jarak satu mil diawali dari satu langkah?
Ups… menjual
diri!! Traiffiking donk. Nanti dulu.
Menjual diri yang ini bukan menjual diri yang berkonotasi negatif, tapi
positif. Kok bisa?
Pada dasarnya
setiap orang itu ingin eksis. Ingin diakui oleh siapapun. Tidak ingin diremehkan
apa lagi dipandang sebelah mata. Contoh konkritnya ketika ketika berbicara,
menyampaikan sesuatu. Kita pasti ingin orang mendengar apa yang kita bicarakan.
Bahkan tidak hanya sekedar mendengarkan, kita ingin orang lain merespon apa
yang kita katakan. Bila kita bicara dan orang lain mengabaikannya maka sungguh
kita akan merasa sangat kecewa.
Itulah! Setiap
kita pasti ingin diakui. Ingin dilihat. Ingin didengarkan. BIla kita punya
kelebihan, kita ingin orang mengetahui kelebihan kita, kita ingin mereka
mengapresiasi apa yang kita miliki. Nah dalam rangka memperjuangkan eksistensi
itulah kita harus menjual diri. Bahasa halusnya kita harus menunjukkan kepada
dunia bahwa kita ada.
Bila kita
mencermati lingkungan kita, kita akan melihat ada dua jenis manusia. Yaitu
manusia yang selalu “terpakai” dan manusia yang “tak terpakai”. Aduh, dari tadi
istilahnya kok seram-seram begitu sih. Santai brow. Itu Cuma istilah. Agak
pedes emang. Tapi diujungnya pasti gurih. Makanya, simak deh sampai habis.
OK. Balik lagi
sama jenis orang “terpakai” dan orang “tak terpakai” tadi. Dalam tulisan ini
yang dimaksud orang “terpakai” adalah orang yang selalu terlibat dalam
kegiatan. Untuk urusan kampung dia terlibat. Yang jadi Bandar arisanlah, jadi
panitia peringatan tujuh belas Agustus atau jadi panitia hajatan tetangga. Di
organisasi, ia juga terpakai. Dalam rapat ia diberi kesempatan untuk
menyampaikan pendapat dan orang akan dengan cermat mendengarkan apa yang
dikatakannya. Wah nggak gampang itu. Dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.
Sementara orang
“tak terpakai” justru kebalikannya. Ia jarang sekali terlibat dalam kegiatan.
Ia jarang mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan siapa dirinya. Bahkan saat
bermusyawarahpun, orang tidak berkenan merespon pendapatnya. Pendek kata, orang
emoh bener pakai dirinya. Maksudnya emoh pakai pemikirannya, emoh pakai
pendapatnya dan emoh juga menjadikannya sebagai bagian dari tim mereka.
Kebayang deh. Pasti nggak enak jadi orang jenis ini. Serasa diri tak berguna.
Kalau disuruh
milih pasti kita akan memilih orang yang jenis pertama, “terpakai”. Mau jadi orang jenis pertama ini? Kalau ingin
jadi orang jenis ini kita harus pandai-pandai mengenali cirinya. Harapannya
tentu kita bisa memposisikan diri menjadikan diri kita menjadi orang jenis
pertama ini.
Ciri pertama
orang ini adalah: suka dan mudah belajar.
Ia bukan orang
yang pasif, yang bekerja hanya bila mendapatkan instruksi yang jelas. Ia selalu ingin tahu apa yang ia belum tahu.
Ia mencari informasi dari berbagai sumber untuk mendukung pekerjaannya. Bila ia
mendapati kesulitan dalam menjalankan tugas, tidak tidak berputus asa. Ia akan
terus dan terus belajar untuk meningkatkan kemampuan yang ia miliki.
Ciri yang
kedua, bertanggungjawab.
Bila ia
mendapatkan tugas, ia berusaha melaksanakan sebaik-baiknya. Targetnya adalah mendapatkan hasil terbaik,
tak peduli apapun yang harus dilakukannya dan tak peduli ia mendapatkan upah
berapa. Bertanggungjawab juga berarti siap menghadapi resiko apapun dari tugas
yang diterimanya. Ibarat pedagang, ia siap menanggung kerugian. Wah, siapa mau
rugi? Ya ini, orang jenis pertama ini!
Ciri yang
ketiga, super hero.
Kok super hero?
Hero itu kan pahlawan. Ya begitulah. Orang jenis pertama ini benar-benar super
hero alias pahlawan. Bukan sok pahlawan lo, tapi emang bener-bener pahlawan.
Pahlawan itu ibarat penyelamat. Orang jenis pertama ini suka sekali menjadi
penyelamat. Mengubah keadaan genting dan sulit menjadi ……Tiiiiiiing! Selamat deh.
Seperti dalam
film-film itu. Masalah datang. Pelik
sekali. Kesini mentok. Ke sana mentok.
Pakai cara ini gagal. Pakai cara itu gak berhasil. Pokoknya sulit sekali dicari
jalan keluarnya. Eh muncullah orang jenis pertama ini. Ia menyampaikan idenya
untuk menyelesaikan masalah pelik yang sedang dihadapi. Dan ide itu masuk akal. Ide itu dapat
dilakukan. Ide itu mencerahkan, membuka wawasan orang-orang disekitarnya.
Sama seperti
seorang penjual yang ingin dagangannya laku maka ia harus menawarkan
dagangannya. Kita juga. Kalau kita ingin diri kita laku dalam arti banyak orang yang mencari kita untuk memberi
pekerjaan (sumber pendapatan) maka juallah
diri kita dengan tiga ciri di atas. Suka dan mudah belajar, bertanggungjawab
dan menjadi super Hero bagi lingkungan.
Emang, hanya
tiga ciri itu yang bisa membuat kita laku? Tentu saja masih banyak yang lain.
Tetapi memulainya dengan tiga ciri itu tentu bukanlah langkah yang salah.
Bukankah jarak satu mil diawali dari satu langkah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar