Suatu hari datang seorang siswa
menyampaikan curhatnya kepadaku. Ia datang dengan wajah yang sangat kusut.
Rupanya ia sedang menghadapi masalah. Benar saja. Beberapa detik setelah
kalimat pertamanya keluar, curahan kata hati nya muncrat semua. Seperti bendungan
yang baru saja pintu airnya terbuka. Ia bercerita bagaimana tidak nyamannya dia
di rumah. Ibunya sangat cerewet. Semua yang dilakukannya salah. Menurutnya ia
sudah berbuat yang benar tetapi selalu saja dianggap salah. Ia benci dengan
ayahnya yang selalu menganggapnya anak kecil. Tidak pernah mempercayai
kata-katanya. Ia sebal dengan kakaknya yang sok pinter. Ia benci sama adiknya
gak gak pernah mau nurut kalau diberi nasehat. Berjam-jam ia bercerita tentang
dukanya menghadapi orang-orang brengsek di rumahnya.
Beberapa hari setelahnya, ia
datang lagi. Curhat juga. Cowoknya menjengkelkan, mau menang sendiri. Beberapa
kali ia harus bertengkar hebat dengan cowoknya karena masalah “kepercayaan”. Ia
sangat berapi-api menunjukkan segudang kejelekan cowoknya itu, seolah-olah dia
sangat membencinya dan tidak ingin melihat mukanya.
Aku merenung. Betapa malangnya
dia. Semua orang jahat kepadanya. Ia tidak mendapatkan tempat yang nyaman di
manapun dia berada. Di rumah dia tidak nyaman karena hubungan social dengan
keluarganya tidak baik. Di sekolah dia juga tidak merasa nyaman, karena semua
teman-temannya brengsek. Ndilalah e dapat cowok juga brengsek.
Suatu ketika, aku bertemu dengan
teman satu kelasnya. Setelah ber-say hello kamipun ngobrol. Kutanyakan padanya
bagaimana perasaannya berada di kelasnya? Dia tersenyum lebar. Dia mengatakan
bahwa ia beruntung berada di kelas itu. Teman-temannya kompak, saling membantu
dan saling peduli. Mereka mengerjakan tugas bersama-sama dan saling mendukung.
Oh ya?, tanyaku dalam hati. Sungguh aku jadi penasaran. Kutanya bagaimana
pendapatnya tentang salah seorang temannya (yang suka curhat itu). Ia menjawab:
“Dia baik. Sama seperti temanku yang lain, kami saling mendukung!”
Aku terperangah. Aku jadi ingat
buku yang pernah aku baca, Chiken Shoup for Children Soul. Baik-buruk dunia itu
tergantung dari bagaimana kita memandangnya. Seseorang melihat dunia gelap,
bukan berarti dunia memang gelap adanya. Karena ada orang yang melihat dunia
ini indah. Orang yang melihat dunia ini gelap akan selalu berada dalam
kegelapan. Semua suram. Mengerikan. Semua orang menjadi musuh. Sebaliknya orang
yang melihat dunia ini indah semuanya ya terasa menyenangkan. Ia dikelilingi
oleh banyak sahabat yang akan mendukung dan juga akan didukungnya. Indah dan
menyenangkan. Padahal kalau dipikir dunia ini ya satu. Ya yang kita tempati
ini. Ditempati oleh mereka yang melihatnya gelap dan juga oleh mereka yang
melihatnya cerah.
Maka kalau kita melihat dunia ini
gelap, jangan ubah dunia melainkan ubah kacamata kita. Mungkin kacamata yang
kita pakai itu kacamata belor yang warnanya hitam sehingga kalau kita pakai
semuanya menjadi gelap. Pakailah kacamata yang bening lensanya sehingga kita
bisa melihat semuanya tampak bening dan indah. Kalau kita merasa semua serba
salah, jangan terburu-buru menyalahkan karena mungkin bukan mereka yang salah
tetapi kita.
Ah siapapun boleh salah. Einstein
aja yang super genius juga melakukan kesalahan dalam penelitiannya, apa lagi
kita yang gak pernah meneliti apa-apa. (tidak ada yang diteliti mana ada yang
salah dan yang benar, he…. He…. He).
Salah itu hal biasa. Yang luar
biasa adalah memperbaiki kesalahan kita. Gimana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar